Beranda Kepulauan Riau 3 Pilar Penegakan Hukum di Kepri Teken MoU Strategis Penanganan Pelaku Tindak...

3 Pilar Penegakan Hukum di Kepri Teken MoU Strategis Penanganan Pelaku Tindak Pidana Melalui Keadilan Restoratif

Tanjungpinang – Dalam sebuah langkah kolaboratif yang mencerminkan komitmen bersama terhadap pembaruan sistem hukum nasional yang humanis dan adaptif, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau secara resmi menjalin kerja sama lintas sektor dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan DPRD Provinsi Kepri. Kesepakatan tersebut diformalkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada Senin, 26 Mei 2025 di Gedung Daerah Provinsi Kepri, Kota Tanjungpinang.

Tiga pucuk pimpinan lembaga — yakni Kepala Kejati Kepri Teguh Subroto, Gubernur Kepri H. Ansar Ahmad, dan Ketua DPRD Kepri H. Iman Sutiawan — menandatangani dokumen kerja sama yang masing-masing diberi nomor registrasi resmi: B-2014/L.10/Cp.2/05/2025, 120.23/KDH.160/NK-03/2025, dan 160/2/MOU-DPRD/V/2025. MoU ini diberi tajuk: “Penanganan Terhadap Pelaku Tindak Pidana yang Perkaranya Diselesaikan Berdasarkan Keadilan Restoratif” — sebuah dokumen strategis yang bukan hanya bersifat administratif, tetapi menjadi fondasi operasional penegakan hukum berbasis pemulihan.

Kesepakatan ini menjadi rujukan teknis dan kelembagaan bagi seluruh pihak dalam memberikan pendampingan terhadap pelaku tindak pidana ringan yang telah menyelesaikan proses hukum melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Ruang lingkupnya menyasar berbagai aspek vital, mulai dari penguatan kapasitas sumber daya manusia hingga penyediaan sarana rehabilitasi dan pemberdayaan ekonomi. Termasuk di dalamnya pelatihan keterampilan kerja, pembinaan kewirausahaan, penguatan ketenagakerjaan, dan layanan pemulihan sosial — seluruhnya ditujukan kepada pelaku yang tercatat sebagai penduduk Kepulauan Riau.

Acara penandatanganan disaksikan oleh jajaran masing-masing institusi, mencerminkan soliditas antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan legislatif dalam mengawal visi keadilan yang progresif dan solutif.

Kepala Kejati Kepri, Teguh Subroto, S.H., M.H, dalam pidatonya menegaskan bahwa PKS ini bukan sekadar prosesi seremonial, melainkan perwujudan konkret dari kehadiran negara di tengah dinamika masyarakat. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mencegah dampak lanjutan dari kriminalisasi terhadap pelaku tindak pidana ringan, yang pada umumnya berasal dari kelompok marginal secara sosial dan ekonomi.

“Penanganan pelaku melalui pendekatan keadilan restoratif harus menyentuh aspek paling dasar dalam hidup mereka. Rehabilitasi sosial, pelatihan kerja, pendidikan keterampilan, dan akses ekonomi harus menjadi bagian dari paket keadilan. Inilah wujud nyata hukum yang tidak hanya menindak, tetapi juga menyelamatkan,” ujarnya.

Teguh juga menyampaikan apresiasi terhadap Pemerintah Provinsi dan DPRD yang secara aktif menginisiasi desain ekosistem pendukung RJ di Kepulauan Riau.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Kepri, H. Iman Sutiawan, S.E, menegaskan bahwa lembaga legislatif yang dipimpinnya mendukung penuh transformasi paradigma penegakan hukum melalui penerapan keadilan restoratif. Ia menilai RJ sebagai inovasi hukum yang sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam bidang hukum dan HAM.

“Restorative Justice adalah manifestasi nyata dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, terutama dalam aspek reformasi sistem hukum nasional yang inklusif dan relevan dengan konteks sosial masyarakat,” tegasnya.

Dalam sambutannya, Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad, S.E., M.M, menyampaikan bahwa keadilan restoratif tidak boleh berhenti pada penyelesaian perkara dalam ranah hukum semata. Ia menggarisbawahi pentingnya langkah lanjutan pasca-proses hukum yang berkelanjutan, terukur, dan terencana.

“Restorative Justice harus menjadi pintu masuk bagi upaya reintegrasi sosial. Pelaku tidak hanya diselesaikan secara hukum, tetapi juga dibantu untuk membangun kembali kehidupannya. Ini menyangkut pelatihan keterampilan, bantuan usaha, dan pembinaan yang memungkinkan mereka kembali diterima oleh masyarakat,” jelas Ansar.

Ia juga menyentil persoalan ketimpangan sosial dan ketidakmampuan pemerintah dalam beberapa sektor dasar sebagai salah satu penyebab munculnya tindakan kriminal. Oleh karena itu, ia mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan publik yang belum mampu menjangkau seluruh elemen masyarakat secara merata.

Melalui MoU ini, Kepulauan Riau tengah mengukir sejarah penting sebagai daerah pelopor pelaksanaan keadilan restoratif yang bersifat struktural, multidimensi, dan manusiawi. Sistem ini tidak hanya menyasar penyelesaian konflik hukum, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial masyarakat.

Dengan arsitektur kebijakan yang didukung penuh oleh eksekutif, legislatif, dan aparat penegak hukum, penanganan pelaku tindak pidana melalui pendekatan RJ di Kepri kini memiliki payung hukum dan ekosistem pendukung yang kuat. Ini sekaligus menjadi contoh praksis hukum progresif yang bisa direplikasi oleh daerah lain di Indonesia dalam membangun sistem keadilan yang utuh, adil, dan bermartabat.

(Anwar)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini