Ini Langkah Menjadi Wanita STEM yang Unggul
Onlinekoe.com, Surabaya – Tak hanya memaparkan fakta-fakta yang ada menyoal kesenjangan gender di industri Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui rangkaian acara Women in STEM (WISE), mengupas tuntas bagaimana caranya menjadi wanita unggul dalam komunitas STEM bertaraf internasional, Rabu (6/2).
Pembicara pertama adalah penerima penghargaan Woman in Science Awards dari International L’Oreal-UNESCO, Sri Fatmawati PhD. Ia menjawab tantangan isu gender di STEM dengan menjelaskan langkah-langkah yang diambil dirinya dalam rangka menuju kesuksesan.
Menurut dosen Kimia ITS ini, salah satu hal yang paling penting dan krusial adalah manajemen dalam mencapai tujuan. Jadi, misalkan kita memiliki sebuah tujuan besar, segala poin tersebut harus ditulis. Lalu kemudian memilah kegiatan yang akan menunjang pencapaian tujuan tersebut.
Wanita yang aktif melakukan publikasi ini menyebutkan, penting untuk memiliki role model sebagai motivasi dalam belajar dan bekerja di bidang STEM. Ini bertujuan agar membentuk kepribadian yang positif. “Menjadi positif sangat penting karena dapat membentuk diri kita untuk terus percaya terhadap mimpi dan pantang menyerah,” ujarnya.
Selain dari hal-hal tersebut wanita yang akrab dipanggil Fatma ini menekankan pentingnya do’a kedua orang tua serta bantuan kerabat, teman, dan orang lain dalam mencapai sebuah tujuan. “Ingat, dalam menggapai cita-cita, kita tidak bisa melakukannya sendiri, kita butuh bantuan orang lain,” tutur perempuan yang menjabat presiden dari Organization of Women in Science for Developing World (OWSD) Indonesia National Chapter ini.
Kabar dari Swiss
Tak hanya dari pandangan orang Indonesia, ITS turut mengundang Marion Schleifer dari Swiss yang merupakan software developer untuk menambah pandangan mengenai STEM dari pandangan yang berbeda. Marion yang juga merupakan alumnus International Visitor Leadership Program (IVLP) menceritakan bagaimana langkah yang ditempuh dirinya hingga menjadi seorang software developer seperti sekarang.
Marion yang dulunya sangat buruk dalam mempelajari matematika sempat dipandang remeh oleh lingkungannya. Bahkan keluarganya telah mencap Marion sebagai pelajar yang tidak memiliki masa depan di bidang eksakta. “Saya percaya itu, dan mengikuti kata mereka,” tuturnya. Namun, akibatnya, setelah lulus dari sarjana bahasa, ia merasa tidak puas sehingga sempat berpindah-pindah profesi dan minat, hingga akhirnya terjun ke dunia programing.
Dunia programing yang notabene dianggap milik lelaki karena menggunakan banyak logika dan pengetahuan matematika ternyata dianggap mudah baginya. Suksesnya ia mendalami di bidang tersebut membuktikan bahwa anggapan orang-orang itu salah.
Swiss sendiri secara global merupakan negara terdepan dalam rasio pekerja wanita di bidang STEM dengan rasio 20 persen. Angka ini mencerminkan bagaimana kondisi pekerja perempuan di bidang STEM yang masih sangat minim. Dengan adanya WISE oleh ITS ini, diharapkan para wanita berani dan mampu menjadi role model bagi wanita lainnya. (Christian Saputro)