Kolektif Hysteria Rilis Program Kandang // Tandang Pameran Foto di Dapur
Semarang – Peristiwa (kesenian) budaya bisa terjadi dimana pun, tak harus di ruang galeri, museum dan gedung kesenian. Demikian juga dengan para pelakunya siapu pun berhak berekspresi dan berkarya seni.
Ini kali Kolektif Hysteria merilis satu program lagi bertajuk Kandang // Tandang Hysteria menyulap ruang dapur dan lorong jadi ruang pamer.
Dalam program ini Hysteria menggandeng kolektif fotografi Mes 56 dengan menghadirkan Wimo Ambala Bayang dan Yudha Kusuma Putra alias Fehung untuk tinggal dan berkarya (residensi) di Semarang selama sebulan. Praktis sejak awal Mei keduanya hidup di Semarang mendalami karakter kota dan menggelar workshop fotografi alternatif.
Karya-karya yang dihasilkan dari residensi ini hasilnya dipamerkan di Grobak Art Kos, Jalan Stonen Nomor 29, Bendanngisor, Gajahmungkur, Semarang, dari 31 Mei – 6 Juni 2024.
Enam seniman terlibat dalam project ini, selain Fehung dan Wimo yang ikut serta dalam proses berkarya adalah Hananingsih W, Dheni Fattah, Aloysius Aditya, Nella Siregar, Alfareza Berliano, dan Bella Syafira yang juga memajang berbagai karya dari instalasi, video, dan foto.
Kepala project, Dheni Fattah mengatakan dalam sambutannya program ini berangkat dari keinginan Hysteria untuk menjalankan program pameran yang tak sekedar pajang karya namun juga kesempatan berbagi kapasitas teknik dan diskursus dari para seniman residensi.
“Mes 56 kami lihat sebagai kolektif seniman yang mapan dan telah menjalani proses berkarya nyaris seperempat abad. Jam terbang mereka merupakan jaminan mutu sendiri,” ujarnya saat pembukaan pada awak media belul lama ini.
Kalau disimak, karya masing-masing merupakan olahan kegelisahan personal yang dikontekstualisasikan dengan kondisi Semarang.
Sebut misalnya karya Bella yang menyoroti kesuntukan dunia kerja lalu mengajak apresian untuk menyelam dalam karyanya yang berjudul ‘How to Stop Thinking’.
Dalam karya Hananingsih misalnya, ia menyoroti Semarang yang panas dan membuat orang-orang menggunakan atribut peneduh yang menarik dari kacamatanya.
Lebih lanjut, Dheni mengatakan, bulan depan pihaknya tengah menyiapkan seniman residensi kedua dari Surabaya yakni Waftlab yang terkenal karena inovasinya menggabungkan seni dan teknologi.
Salah satu pengunjung, Ilham Tangi (29) warga Wonodri II no 16, Semarang senang dengan pameran ini karena menurutnya cukup segar.
“Bagi yang bosan melihat karya foto stage, pertunjukan atau human interest, karya-karya ini jadi cukup segar karena bukan itu semua tapi menampilkan gagasan kritis soal kota.Ilham berharap ke depan pameran-pameran seperti ini jauh lebih sering,” imbuhnya. (Heru Saputro)