Beranda Kepulauan Riau Bintan Polres Bintan Resmi Hentikan Penyidikan Kasus Hasan Terkait Dugaan Pemalsuan Surat Tanah...

Polres Bintan Resmi Hentikan Penyidikan Kasus Hasan Terkait Dugaan Pemalsuan Surat Tanah PT Expasindo, Ini Alasan Lengkapnya

BINTAN – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bintan secara resmi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan pemalsuan dokumen surat tanah yang melibatkan nama sejumlah pejabat publik, termasuk Hasan, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kasus ini berkaitan dengan dokumen tanah milik PT Expasindo di wilayah Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Bintan Timur.

Kasus yang sebelumnya menyedot perhatian publik karena menyeret nama pejabat aktif tersebut, kini dihentikan oleh penyidik dengan alasan utama tercapainya kesepakatan damai antara pelapor dan terlapor. Selain Hasan—yang saat peristiwa terjadi menjabat sebagai Camat Bintan Timur—penyidikan juga sempat menyentuh dua nama lain, yakni Muhammad Riduan (Kabid Lalu Lintas dan Angkutan Dishub Kabupaten Bintan) dan Budiman, mantan juru ukur Kelurahan Sei Lekop.

Kasatreskrim Polres Bintan, IPTU Fikri Rahmadi, membenarkan penerbitan SP3 tersebut saat dikonfirmasi awak media pada Jumat (13/6/2025). Ia menyatakan bahwa SP3 sebenarnya telah ditandatangani dan disampaikan ke pihak-pihak terkait sekitar satu pekan lalu.

> “Benar, SP3 kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah PT Expasindo telah kami keluarkan sejak seminggu lalu. Namun karena padatnya agenda, kami belum sempat mengumumkannya ke media,” terang IPTU Fikri.

Fikri memaparkan bahwa alasan utama penghentian penyidikan adalah munculnya perdamaian antara pelapor (PT Expasindo) dan pihak terlapor, yang disertai dengan pencabutan laporan secara resmi oleh pelapor. Semua proses administratif penghentian perkara, menurutnya, telah diselesaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

> “Laporan telah dicabut oleh pelapor dengan alasan telah tercapai kesepakatan damai. Tidak ada lagi persoalan hukum yang menggantung. SP3 sudah kami sampaikan kepada seluruh pihak termasuk Kejaksaan Negeri Bintan,” tambahnya.

Menanggapi pertanyaan media mengenai legalitas penghentian penyidikan dalam perkara yang sebelumnya telah beberapa kali dilimpahkan ke Kejari Bintan namun selalu dikembalikan, IPTU Fikri menegaskan bahwa penerbitan SP3 telah sesuai ketentuan hukum acara pidana.

> “Perlu kami tegaskan, tidak semua kasus pidana tidak dapat dihentikan. Ada kategori tertentu yang tidak bisa diterbitkan SP3-nya, seperti kasus terorisme, pembunuhan, atau yang mengancam keamanan negara. Untuk kasus ini, ranahnya adalah antara dua pihak sipil, dan secara hukum diperbolehkan untuk dihentikan apabila telah terjadi kesepakatan damai dan tidak ditemukan unsur pidana yang kuat,” jelasnya.

Fikri juga menjelaskan bahwa sejak awal, penyidikan dilakukan atas dasar laporan resmi dari pelapor, dan seluruh proses penanganan perkara dilakukan secara transparan serta akuntabel. Proses perdamaian, menurutnya, bukanlah upaya untuk menutup-nutupi kasus, melainkan merupakan bagian dari ruang hukum restoratif yang sah dalam sistem peradilan Indonesia.

> “Kami hanya memfasilitasi keinginan kedua belah pihak yang ingin menyelesaikan persoalan secara damai. Tidak ada intervensi, dan seluruh mekanisme hukum telah kami jalankan secara prosedural,” tegasnya.

Terkait dengan ekspos awal perkara yang dilakukan oleh Polda Kepri di Mapolres Bintan, IPTU Fikri memastikan bahwa penerbitan SP3 sepenuhnya merupakan kewenangan Polres Bintan, bukan Polda.

> “Surat SP3 diterbitkan oleh Polres Bintan dan telah kami distribusikan juga ke Kejari Bintan,” tutupnya.

Sebagai catatan penting, perkara pemalsuan dokumen pertanahan biasanya tergolong sebagai delik pidana umum yang dalam banyak kasus tidak serta merta bisa dihentikan, kecuali apabila tidak ditemukan cukup bukti, telah daluwarsa, atau pelapor menarik laporan dan tidak terdapat unsur kepentingan umum yang dilanggar. Namun demikian, pihak-pihak yang merasa dirugikan tetap memiliki hak untuk menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk praperadilan atas SP3 yang diterbitkan jika dirasa tidak adil atau prematur. (Anwar)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini