PTPN III Holding Atensi Tanaman Tebu PG Bungamayang
Onlinekoe.com, BUNGAMAYANG -Kumandang adzan magrib oleh Mahmudi di Masjid Baitul Rahman, Kompleks Pabrik Gula Bungamayang PT Buma Cima Nusantara (BCN) mengawali inspeksi Direktur Produksi dan Pengembangan PTPN III Holding itu, Minggu (10/11/19). Ia hadir untuk memastikan kondisi tanaman tebu dan pabrik gula pada anak perusahaan PTPN VII itu berjalan sesuai harapan.
Kunjungan salah satu direktur yang belum sebulan menjabat itu diterima Direktur Operasional PT BCN Dicky Cahyono dan Kabag Tanaman PTPN VII Wiyoso. Usai salat magrib, mereka menggelar rapat bersama manajemen PT BCN.
Dalam paparannya, Dicky Cahyono menjelaskan kondisi tanaman dan pabrik yang dikelolanya. Mantan Manajer PTPN VII Unit Bekri ini mengatakan, proses giling PG Bungamayang sudah selesai tiga pekan lalu. Sedangkan tanaman baru yang dipersiapkan untuk musim giling 2020 sedang dalam perawatan.
“Namun, kami mendapat kendala pada kondisi alam. Musim kemarau tahun ini cukup ekstrem, sehingga tanaman tebu kami mengalami perlambatan pertumbuhan. Kami sudah berupaya untuk menghadirkan air dari embung-embung, tetapi tidak optimal,” kata Dicky.
Tentang kondisi on farm ini, lebih lanjut Dicky menjelaskan bahwa tahun ini proses pengolahan lahan sampai pemupukan lebih baik dari sebelumnya. Namun, kendala cuaca kemarau yang panjang membuat pertumbuhan tebu kami terhambat,” kata dia.
Mendengar paparan dari manajemen PT BCN, Mahmudi memberi arahan untuk fokus kepada masalah. Persoalan air, kata dia, memang memiliki ketergantungan kepada musim yang sudah given, atau sunnatulloh. Namun, ia melihat potensi yang ada di Bungamayang masih bisa dimaksimalkan.
“Pekan lalu saya ke kebun tebu PTPN XIV di Sulawesi. Di sana juga kemarau panjang, tetapi tebu masih tetap hijau. Itu karena mereka menyiram. Nah, saya melihat di sini ada banyak embung yang masih ada airnya. Lakukan seperti yang di Takalar, Sulawesi itu,” kata dia.
Untuk menolong kondisi ini, Mahmudi yang didampingi Putu Sukarmen dari PTPN III Holding meminta semua potensi yang ada di PTPN VII untuk dimaksimalkan dalam menolong tanaman tebu di Bungamayang. Ia meminta semua pompa air yang ada di unit-unit seluruh PTPN VII dipinjamkan ke Bungamayang.
“Masalah krusial ini adalah air. Kita punya air di embung-embung. Jadi, tolong kuras itu air dan gelontorkan ke tanaman. Nggak usah mikir airnya habis, sebab itu kuasa Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Sambil berikhtiar, kita doa bersama, laksanakan shalat istisqa,” kata dia.
Dalam mengidentifikasi masalah, Mahmudi memproyeksikan bahwa seluruh proses di BCN, PTPN VII, dan seluruh entitas di holding untuk melakukan transformasi menuju operasional exelence. Fokus utamanya adalah ketepatan penyelesaian pekerjaan dan penyediaan material.
“Kita ini perusahaan komoditas, bukan perusahaan jasa. Kalau ada ketidaktepatan dalam proses, misalnya aplikasi pupuk terlambat, itu adalah losess yang nilainya sangat besar. Sebab, pupuk yang tidak tepat waktu, tidak akan terserap menjadi pertumbuhan. Demikian juga dengan ketersediaan air, jika tidak disiram sesuai kebutuhan, maka itu kehilangan potensi,” kata dia.
Untuk mengantisipasi keadaan serupa ke depan, kata Mahmudi, pihaknya meminta PT BCN untuk melakukan manajemen air yang bisa mengantisipasi kekeringan akibat kemarau. Ia melihat potensi air di embung-embung yang ada bisa lebih diperbesar kapasitasnya dengan manajemen yang baik.
“Holding akan mendukung program PTPN VII untuk memperbaiki manajemen air embung. Lakukan perawatan embung dengan membersihkan dan memperdalam agar kapasitas tampungnya lebih banyak. Jika ada yang bisa dibendung agar tidak mengalir ke sungai, lakukan penghambatan dengan tanggul. Dengan stok air yang cukup, tebu tetap bisa tumbuh normal. Sebab, kunci dari tanaman tebu itu, ya air,” kata dia.
Dengan kondisi saat ini, kata mantan Dirut PTPN IX itu, ia meminta PT BCN untuk fokus kepada tanaman yang memang masih bisa diselamatkan. “Kita cukupi kebutuhan nutrisi kepada tanaman yang memang masih punya potensi hidup. Kalau dibagi-bagi tapi tidak cukup, itu sama saja dengan membiarkan kita mati bersama. Kita harus berubah dan memang sulit. Tetapi kalau tidak berani berubah, itu fatal,” kata dia. (HUMAS PTPN VII)