Jawa TengahMEDIA CREATIVESemarang

Lestarikan Budaya Jawa, Komunitas Sepeda Tua Semarang Gelar Padusan Onthel

Onlinekoe.com | Semarang – Komunitas sepeda tua (Onthelis) Semarang Post Kuburan, Onthelis Gayeng Semarang, Kujang dan Papitoes berkolaborasi bakal menggelar acara padusan onthel. Gelaran acara tradisi padusan yang dikreasikan dengan jamasan onthel dan prosesi kirab sepeda onthel dengan busana adat ini akan dilaksanakan di Markas Komunitas Post Kuburan, Jalan Widoro RT 04, RW 02, Kelurahan Sembungharjo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.

Humas panitia kegiatan Tri Juliatno mengatakan, rencananya helat tradisi ini akan dibuka oleh Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang.

Ditambahkannya, ritual kirab air padusan yang diambil dari 9 mata air yaitu, mata air Umbul Senjoyo (Salatiga), Umbul Temanten (Klaten), Umbul Pengging (Boyolali), mata air Nyatnono (Kabupaten Semarang), Sendang Nawang Wulan (Purwodadi(, Air Dari Makam Sunan Kalijogo Kadilangu (Demak), Umbul Jumprit (Temanggung), Sendang Bancolono Tawangmangu (Karanganyar), dan Sendang Tulang Bawang (Kendal) akan didoakan oleh para santri.

“Air dari 9 mata air tersebut sebelum digunakan untuk acara padusan terlebih dulu dibacakan doa oleh para hafis untuk dihatamkan Al Quran Sabtu 19 Maret 2022,” terang Tri Julianto.

Lebih lanjut, dikatakannya, dalam hajat padusan onthel ini akan dibuka dengan kirap air dan ubo rampe –nya berupa; tumpeng, ingkung dan jajan pasar yang akan dibawa oleh para srikandi sepeda tua Semarang diarak oleh puluhan onthelis dari 10 komunitas sepeda tua semarang yang tergabung dalam KOSTI Semarang.

“Simbolisasi padusan air akan disiramkan kepada perwakilan anggota onthel diikuti dengan anggota lainya serta untuk menjamas onthel,“ terang Tri Julianto.

Kegiatan lainnya, ujar Maming Hermawan, dalam rilisnya, mengatakan, dalam kesempatan ini juga akan diresmikan “Tugu Onthel” yang akan menjadi penanda atau salah satu icon desa Sembungharjo dan juga kawasan markas Komunitas Post Kuburan.

“Nanti ada deklarasi dari Komunitas Onthelis Gayeng Semarang. Sebagai penutupnya sebagai simbol kebersamaan tanpa sekat tanpa batas ada acara kembul bujana makan bersama nasi wiwitan. Ini merupakan gelaran “miwiti” sebagai simbolisasi kebersamaan serta awal yang baik,” ujar Maming yang juga aktivis Budaya Gayeng.

Ditambahkannya, tujuan dari gelaran acara ini selain sebagai sarana silaturahmi antar penggemar sepeda tua juga untuk “nguri uri” budaya serta menghidupkan tradisi turun temurun agar tetap terjag.

“Harapanya ke depan kegiatan ini akan menjadi agenda acara tahunan yang kelak bias semakin bertumbuhkembang dan pada gilirannya bias sebagai aset budaya Kota Semarang,” tandas Maming.

Yang menarik, menurut Maming, di Sembungharjo adanya salah satu desa yang letaknya paling ujung di wilayah Kota Semarang Timur ini, memiliki potensi alam pedesaanya masih asri terjaga. Kelurahan penghasil kelapa muda kualitas terbaik dengsn suasana masyarakatnya yang guyub bergotong royong masih terasa sekali adat dan tradisi kejawennya. Masyarakat desa Sembungharjo juga masih menjalankan pakem kehidupan masyarakat Jawa seperti; nyadran, padusan, ruahan , padusan, dan lainnya.

Tentang Tradisi Padusan

Padusan merupakan tradisi yang banyak dilaksanakan khususnya di kalangan masyarakat Jawa menjelang Bulan Ramadhan. Padusan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal Jawa ini konon sudah ada sejak zaman Wali Songo.

Tradisi ini sendiri bertujuan untuk membersihkan diri baik secara lahir dan batin guna menyongsong datangnya Bulan Ramadhan. tradisi berkembang sejak zaman Hamengkubuwono I. Waktu itu, tradisi ini rutin diadakan di kolam-kolam masjid atau sumber mata air yang ditentukan Kraton.

Pada awal mulanya, tradisi ini dilakukan dengan mendatangi sumber mata air murni yang dipercaya masyarakat bisa mendatangkan berkat. Seiring waktu, penerapan padusan pada masyarakat Jawa mengalami pergeseran. Ritual mandi besar dalam tradisi padusan tidak lagi harus dilakukan di sumber mata air, namun bisa di rumah masing-masing.

Filosofi padusan adalah menyucikan diri, membersihkan jiwa, dan raga dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Padusan adalah ritual pembersihan fisik dan rohani. Tujuan dilakukannya tradisi khas Jawa, padusan adalah agar saat Ramadan tiba, pelakunya bisa melaksanakan ibadah dalam kondisi suci lahir dan batin.

Disebutkan pula, padusan memiliki makna dan filosofi sangat dalam. Air sarana utama untuk ritual karena menjadi simbolisasi hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, air yang digunakan harus bersih dan murni.

Sedangkan gelaran tradisi Jamasan merupakan sarana untuk menjaga pusaka- pusaka dengan cara memandikan atau membersihkan pusaka dengan upacara adat dengan tata cara tertentu dan umumnya dilaksanakan di waktu-waktu tertentu. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *