Pameran Lukisan Perupa Lampung “Membaca Indonesia Hari Ini dan Esok”
Bandar Lampung – Taman Budaya Provinsi Lampung bakal menaja pameran lukisan bertajuk “Membaca Indonesia Hari Ini dan esok”. Gelaran pameran ini mendapat sambutan antusias dari para pelukis Lampung yang mengikuti seleksi terbuka yang dibuka Taman Budaya Lampung dari 5 – 17 Oktober 2022.
David kurator pameran mengatakan kali ini tema pameran mengajak pelukis Lampung untuk membaca Indonesia lebih seksama dengan persoalan-persoalan yang hadir, bencana alam, krisis kepercayaan bahkan ledakan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah membuka babak baru bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara otonom.
Sekat-sekat informasi dengan sendirinya menghilang oleh inisiatif kuat individu yang ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi disekitarnya. Setiap orang memiliki akses terhadap sumber informasi di mana pun di dunia ini. Konsekuensinya, masyarakat menjadi kritis dan tanggap terhadap hal yang berkembang.
“Keindahan hanyalah derivasi dari kebenaran; sesuatu yang benar pastilah indah. Tetapi, sesuatu yang indah belum tentu benar,” ujar David, dalam rilisnya.
Ruang-ruang pameran, lanjut David, adalah perhelatan kreativitas untuk menyampaikan pesan-pesan, seniman menghadirkan pertanggungjawabannya kepada publik dan publik berkesempatan menimbang, memberikan penafsiran, atau mungkin mempergulatkan pengalaman personal dalam menghayati karya tersebut.
“Kedalaman atau kedangkalan sebuah interpretasi segera tampak dari seberapa jauh seseorang mempunyai pengalaman membaca landskap sekaligus mengasah wawasan,” tandas David.
Menurut David, kalau melihat dari karya-karya peserta yang ikut berpartisipasi cukup lumayan kritis merespon fenomena yang terjadi di Indonesia. Sedangkan calon peserta pameran mayoritas perupa muda yang ikut dalam kegiatan ini, dan bakal dihelat di Taman Budaya Lampung yang cukup representative dengan kapasitas 50 – 60 karya lukis dengan ukuran relatif besar 150 X 200 cm yang bisa ditaja.
Untuk menikmati karya seni dalam ruang-ruang apresiasi juga dibutuhkan harmonisasi, keselarasan, sudut pandang, dan komposisi. Sehingga ada ruang ‘kenyamanan’ bagi penikmat seni, menikmati karya yang disajikan, baik karya tiga dimensi maupun karya dua dimensi.
Sehingga dalam pameran diharapkan terjadinya dialektika antara apresiator dengan karya seni bahkan terjadinya diskusi panjang dengan senimannya membahas tentang bahasa semiotika (bahasa rupa) dengan pendalaman ruang-ruang kreatif tersebut.
Proses kreatif dalam kemasan peristiwa kesenian, akan menandai jejak rekam seorang seniman atau perupa. Proses kreatif tersebut akan tumbuh dari rutinitas berkarya serta karya-karya yang dipamerkan. Proses perjalanan berkarya seorang perupa, akan terekam jejaknya jika, standar indikator sebuah perhelatan pameran tersebut tercatat dan terdokumentasi dengan baik.
“Semoga Lampung semakin berkembang dan semakin kreatif senimannya sehingga tercipta karya-karya baru dengan kemasaan dan konsep yang jeram dan lebih kritis merespon fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini dan esok,” harap David.
(Christian Saputro)