Bandar LampungTragedi

Call for Justice , Menutut Keadilan Iklim dan Ekologis Pada COP-27 dan G-20

Lampung – Merupakan suatu momentum penting mengingat dalam forum pertemuan seluruh kepala negara di dunia pada perhelatan tahunan United Framework Climate Change Conference (UNFCCC)/Conferene of Party (COP) ke-27 yang dilaksanakan pada tanggal 6-18 November 22 di Mesir dan KTT G-20 yang puncaknya akan dilaksanakan pada 15-16 November 2022 di Bali.

Melalui dua forum penting tersebut, seluruh kepala negara berperan dalam menentukan nasib bumi kedepan yang saat ini sedang dilanda krisis iklim.

Satu tahun pasca-(KTT COP26) Glasgow, diketahui bahwa belum ada kemajuan global yang signifikan. Untuk itu COP 27 harus dimanfaatkan tidak hanya untuk mengedepankan ambisi bisnis kepala negara, melainkan pada persoalan krisis ekologis dan krisis iklim yang terus terjadi di berbagai negara yang memiliki dampak pada dimensi yang lebih luas.

Krisis ekologis telah berdampak parah pada lingkungan hidup dan pelanggaran HAM, situasi tersebut semakin di perparah dengan krisis iklim.

Kerusakan ekologis yang terjadi juga telah menyumbangsih terhadap krisis iklim. Berbagai dampak krisis iklim telah dirasakan nyata oleh rakyat. Krisis iklim akibat sistem pembangunan yang berorientasi pada investasi dan eksploitasi SDA, Aktivitas industry ekstraktif di perkotaan, pedesaan dan di wilayah pesisir pulau-pulau kecil, secara nyata telah menyumbang pemanasan global.

Penggunaan energi fosil, deforestasi, dan aktivitas industry ekstraktif lainnya, masih menjadi persoalan besar di Indonesia. Sampai hari ini, Pemerintah Indonesia belum memiliki skema yang dapat mengatasi akar persoalan krisis iklim.

Tercermin dengan masih menggunakan energi fosil dan sistem pembangunan yang rakus air, tanah dan energi, merusak lingkungan, serta sarat perampasan wilayah kelola rakyat dan Pelanggaran HAM.

Potret krisis iklim yang melanda dunia hari ini akibat akumulasi bencana ekologis yang terus terjadi dan memberikan kontribusi besar pada krisis iklim.

Radian Anwar, Koordinator Aksi menyatakan, “Kita dapat melihat ketidakseriusan pengurus negara untuk menekan laju perubahan iklim dengan dipersempitnya ruang berpendapat untuk masyarakat sipil, padahal pertemuan ini bukanlah suatu momentum bertemunya pengurus negara dengan korporasi untuk membahas solusi palsu, melainkan tanggungjawab generasi hari ini untuk memformulasikan langkah konkrit untuk menekan laju kenaikan suhu demi nasib bumi di masa depan. Pertemuan yang seharusnya dihadiri juga partisipan dari berbagai elemen seperti kelompok muda, masyarakat adat, aktivis lingkungan dan lainnya, namun masyarakat sipil mengalami keterbatasan untuk mengikuti acara baik di G20 di Balimaupun pelaksanaan COP 27 di Mesir.”

Hari ini WALHI Lampung bersama dengan Eksekutif Nasional WALHI dan 27 Eksekutif Daerah WALHI yang lainnya mengadakan kegiatan Kampanye Lingkungan Hidup dan Krisis Iklim untuk Keadilan Antar Generasi sebagai bentuk respon dari pelaksanaan COP-27 dan G20.

Kampanye Krisis Iklim dan Keadilan Ekologis dimulai dengan longmarch yang berakhir di Tugu Adipura Bundaran Gajah sebagai titik aksi yang pada hari ini berlangsung Car Free Day (CFD) sehingga publik berkumpul dan berinteraksi di lokasi tersebut.

Peserta aksi berjumlah 25 orang yang terdiri dari NGO, Organisasi Pecinta Alam, Kelompok Nelayan, dan Kelompok Pemuda yang memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan juga sebagai pengingat kepada pemerintah Provinsi Lampung terkait situasi ekologis Provinsi Lampung yang cukup parah. Dalam orasi publik, peserta aksi menyampaikan kondisi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang kian terancam akibat aktifitas pertambangan, penebangan mangrove, dan abrasi.

Selain itu, minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Untuk itu WALHI Lampung mengajak publik untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan hidup serta fenomena krisis iklim, kemudian menyuarakan persoalan krisis ekologis dan krisis iklim yang berdampak pada kehidupan rakyat.

Tidak tegasnya langkah yang ditempuh akan berdampak besar pada jaminan atas kehidupan yang bersih, sehat dan berkelanjutan pada generasi yang akan datang, hal tersebut tercermin pula pada situasi di Provinsi Lampung hari ini. Irfan Tri Musri, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung menyatakan “Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah yang masuk kedalam-7 daerah terpanas di Indonesia, hal tersebut mengindikasikan bawha pemerintah dan aparat penegak hukum belum tegas menindak pelaku perusak lingkungan dan belum adanya langkah serius serta komitmen untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup. Bencana-bencana ekologis yang terus terjadi di Provinsi Lampung akibat alih fungsi lahan, buruknya pengelolaan sampah, tingginya angka deforestasi dan berbagai permasalahan lingkungan lainnya sabagai dampak dari krisis iklim harus segera menjadi evaluasi besar bagi pemerintah agar segera meninjau kembali kebijakan dan melaksanakan dengan serius.”

Kemudian selain masalah di Kota Bandar Lampung, Irfan juga mengingatkan fakta yang tak dapat dipungkiri sebagai dampak dari perubahan iklim ialah hilangnya wilayah daratan di beberapa lokasi di Provinsi Lampung yang berada di Pantai Timur akibat kenaikan permukaan air laut dan abrasi pantai.

Kemudian disusul dengan hadirnya bencana ekologis berupa bencana hidrometeorologi yang terjadi di Kecamatan Sidomulyo dan Candipuro Kabupaten Lampung selatan beberapa waktu lalu yang membuktikan bahwa krisis iklim ada dan nyata terjadi di Bumi yang bertajuk Sang Bumi Ruwa Jurai.

Aksi hari ini merupakan bentuk perlawanan atas ketidaktegasan para pemangku kebijakan dan menuntut keadilan iklim untuk antar generasi, kita menyadari bahwa generasi yang akan datang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.

“Kita tidak lagi punya kesempatan untuk menentukan langkah yang dapat dilakukan secara politik ataupun tidak, tetapi siapapun yang hidup hari ini punya tanggung jawab untuk generasi yang akan datang. Mari bergerak bersama melawan krisis iklim yang sedang melanda dunia saat ini!
Salam Adil Dan Lestari !,” lantang Radian Anwar.

Narahubung :
1. Radian Anwar/Ayi (0812-7818-2682)

(Red/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *