Semarang – Gelaran pameran perupa Herlambang Bayu Ayi bertajuk Animallgination di De Warisan Art and Curio Gallery, Kota Lama, Semarang, yang berlangsung dari 9 Maret 2024 berakhir 31 Maret 2024. Pada penutupan helat digelar diskusi terbua mengusung tema Seni Sebagai Alat untuk Merespon Isu Sosial, Politik dan Lingkungan Hidup.
Gelaran acara diskusi yang dipandu Ragil Maulana Adriawan dari Hysteria menghadirkan narasumber Rudi Murdock (Radical Corp), Ivone Sibuea (Ein Institut), Pujo Nugroho (Hysteria) dan Bayu Ayi Rajakaya (Seniman Penyaji).Nampak hadir malam itu para seniman dan penggiat LSM antara lain; Salahudin Mbuh, Manik Mustiko werdi, Ignatia Dewi, Atie Krisna Sarutomo, Bayu, Tan Markaban, Bagus Panuntun Yaqim Grind,, Abu Lawas Agus Budi santoso, Suwito, Jacky “Andri” Chen dan Nugroho.
Simpulan diskusi mengungkap bahwa karya seni bukan hanya sekadar karya yang menyajikan keindahan tetapi juga bisa menyuarakan tentang isu social, politik dan ligkungan hidup.
“Karya seni diharapkan juga tidak hanya untuk mempengaruh orang tetapi juga digunakan seniman untuk memahami isu yang sedang diangkat. Lebih jauh lagi apakah karya itu bisa untuk menyelesaikan masalah perlu kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkannya,” ujar Galih sebagai moderator menutup diskusi.
Konser Mini “Keluar Kandang” pada pamungkas acara disajikan konser mini Bayu Ayi feat Common Myna. Debutan kelompok musik ini mengusung lagu-lagu bertemakan tentang lingkungan. Common Myna dngan punggawa punggawa Aryo (Bsaa), Oscar (Gitar), Giri (Biola) dan Bayu (Vokal dan Gitar).
Tentu lagu-lagunya tak jauh dari penulis liriknya Bayu Ayi. Pencipta wayang Rajakaya ini juga menulis lirik lagunya terinspirasi dari tokoh-tokoh wayang imajinatif ciptaannya begitu juga judul lagunya, yaitu Yu Cemani, Turangga, Kang Jago, Badjing, Mahesa, Mas Agus, Bangkong, dan Buaya.
”Ini pentas debutan kami maka kami namakan konser “Keluar Kandang”, Mudah-mudahan ini bukan yang terakhir,” ujar Bayu berseloroh.
Bayu Ayi mengaku kelompok musik ini terbentuk masih seumur jagung. Ia mengakuinya juga semula lirik-lirik puisi untuk melengkapi cerita wayang Rajakaya. Syair-syair dengan sanepo dan satir kehidupan mengusung dunia fable sebagai medium kisahnya.
“Saya menulis untuk pementasan wayang Rajakaya sepeti puisi ternyata ketika dinyanyikan dengan iringan gitar kok enak. Kemudian ketemu kawan-kawan terbentulah Common Myna yang artinya Si Penggembala Kerbau/ Tadinya mau dikasih nama Blantik kok terkesan penjual hewan, “ ujar Bayu berkisah disela-sela jeda konser.
Coba simak salah satu syair lagunya yang bertajuk “Buaya” karya Herlambang Bayu Ayi” berikut :
Buaya, buaya reptil yang langka
Bertahan hidup sejak jaman purba
Berjemur di tepi sungai mulut menganga
Sambil menunggu Rusa, antelop dan zebra
Sisik-sisikku indah, kuat dan tebal
Rahang gigiku menghujam daging yang kenyal
Kuseret mangsaku ke dalam sungai yang keruh
Berguling-guling mencabik sekujur tubuh
Aku buas tak kenal kompromi
Kuancam lawan tanpa intimidasi
Pelan, tenang, bukan basa-basi
Secepat kilat menyerang penuh akurasi
Namun kini sungaiku kotor penuh limbah
Airnya bau, berwarna berjejal sampah
Paru-paruku rusak sisikku jamuran
Namun ku tak sudi jadi buaya tangkaran
(Heru Saputro)