Beranda Pendidikan Dosen UIN RIL Perkenalkan Konsep Konseling Virtual Reality di Tokyo

Dosen UIN RIL Perkenalkan Konsep Konseling Virtual Reality di Tokyo

Selasa (07/01/2024) pagi di Tokyo yang sibuk sebagai kota yang tak pernah tidur. Di salah satu sudutnya, aula megah sebuah konferensi internasional menjadi saksi hadirnya sosok perempuan muda Indonesia. Anisa Mawarni, dosen Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, berdiri dengan penuh percaya diri. Bukan hanya sekadar menghadiri, ia adalah chairman, pemimpin sesi dalam forum global bergengsi itu.

Anisa tidak sekadar datang membawa nama institusi tempat ia mengabdi. Ia datang dengan sebuah inovasi yang digali dari penelitiannya: konseling berbasis Virtual Reality untuk meningkatkan academic buoyancy—ketangguhan akademik—di kalangan calon pendidik. Sebuah ide yang tak hanya segar, tetapi juga menjadi jembatan antara dunia pendidikan dan teknologi canggih.

Konferensi ini, International Conference Society & Interdisciplinary Business & Economics Research, berlangsung di Tokyo, Jepang, selama tiga hari, 6–8 Januari 2025. Anisa, bersama 100 akademisi dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, India, Malaysia, hingga Turki, menjadi bagian dari diskusi lintas ilmu yang membahas manajemen, ilmu perilaku organisasi, dan inovasi lainnya.

Sebagai pemimpin sesi, Anisa tak hanya memandu jalannya diskusi, tetapi juga membuka ruang dialog yang hangat dan mendalam. Dalam presentasinya yang berjudul “Academic Buoyancy Among Prospective Educators: A Comparative Analysis Based on Characteristic Aspects for Innovation Counselling Virtual Reality”, ia tak sekadar berbicara soal data. Ia berbicara tentang mimpi—bagaimana teknologi dapat menjadi sahabat pendidik untuk membangun generasi tangguh.

“Ini bukan sekadar soal berkompetisi, tetapi tentang kolaborasi,” ujar Anisa. “Ketika saya bertemu dengan para peneliti dari berbagai belahan dunia, kami berbagi bukan hanya temuan, tapi juga perspektif. Dan dari sana, lahir wawasan baru.”

Bagi Anisa, inovasi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ada proses seleksi ketat, diskusi panjang, bahkan kritik membangun dari sesama peneliti yang akhirnya memperkaya ide-idenya. Kini, ia tak hanya melihat teknologi sebagai alat bantu, tetapi sebagai medium untuk menjembatani berbagai disiplin ilmu, dari bimbingan konseling hingga ekonomi mikro dan makro.

Langkah ini juga menjadi bagian dari perjalanan Anisa dalam menyelesaikan program doktoralnya di bidang Bimbingan dan Konseling. Ia percaya bahwa di era saat ini, batasan antarilmu sudah mulai pudar. Kolaborasi lintas disiplin, menurutnya, bukan hanya pilihan, melainkan kebutuhan.

Dari sudut Tokyo, inovasi Anisa bukan hanya membawa harum nama Indonesia. Ia juga membawa pesan: bahwa pendidikan, dengan segala tantangannya, bisa menjadi lebih tangguh dan inklusif jika kita berani berpikir melampaui batas-batas tradisional. Dan di tangan para pendidik seperti Anisa, masa depan itu tidak lagi sekadar angan-angan. Itu adalah kenyataan yang tengah ia bentuk. (***/red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini