BANDAR LAMPUNG – Anggota DPRD Lampung dari Fraksi Gerindra, Fauzi Heri, menyoroti perusahaan-perusahaan besar yang masih menunggak pajak daerah, termasuk anak usaha PT Sugar Group Companies (SGC).
Ia meminta tidak ada privilese bagi korporasi besar dalam penegakan aturan pajak.
“Jangan tajam ke usaha kecil tapi tumpul ke korporasi besar. Ini soal keadilan fiskal,” kata Fauzi dalam keterangan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, dan tiga lembaga swadaya masyarakat, Rabu, (9/7/2025).
Dalam rapat itu mencuat dugaan tunggakan Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan pajak alat berat yang melibatkan empat anak usaha SGC PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan PT Indo Lampung Distillery.
Fauzi menyebut minimnya kontribusi fiskal SGC sebagai bentuk pengabaian tanggung jawab hukum dan etika bermitra dengan daerah.
“Mereka menikmati sumber daya alam Lampung, tapi kontribusinya hampir nol. Jangan sampai kita cuma kebagian limbahnya, bukan manfaatnya,” ujar dia.
Dari data Bapenda, terdapat 303 kendaraan dan 287 alat berat milik grup SGC yang belum tercatat dalam sistem pajak.
Sementara, pembayaran PAP disebut sangat minim dan belum diverifikasi secara akurat.
Fauzi meminta Bapenda dan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis tidak gentar menghadapi tekanan korporasi.
“Kalau perlu, segel asetnya. Bila ada pelanggaran, tempuh jalur hukum, termasuk perdata,” kata dia.
Menurut Fauzi, akar persoalan adalah lemahnya validasi dan integrasi data perpajakan.
Banyak aset besar yang belum masuk sistem, dan penggunaan air permukaan belum terverifikasi.
Akibatnya, potensi pajak daerah hilang tanpa jejak.
“Perusahaan besar ini bisa bebas menunda kewajiban pajak tanpa sanksi. Ini bisa menjadi preseden buruk dan menurunkan moral pembayaran pajak dari pelaku usaha lain,” ujar Fauzi.
Ia juga menyoroti belum diperbaruinya tarif dasar pajak sesuai nilai ekonomi terkini.
“Nilainya terlalu kecil dibanding aktivitas ekonomi aktual. Harus ada audit fiskal menyeluruh, termasuk keterlibatan KPK bila perlu.”
Audit itu, kata dia, mesti mencakup aset bergerak, pemanfaatan air, dan pelaporan pajak tiga tahun terakhir.
Selain itu, pengawasan lintas lembaga harus diperkuat, termasuk integrasi antara Bapenda, Dinas PSDA, Perhubungan, dan instansi lain.
“Selama sistem masih manual, data simpang siur, dan verifikasi silang tidak maksimal. Ini yang membuka celah manipulasi,” kata Fauzi.
Sebagai solusi, ia mengusulkan penerapan sistem monitoring berbasis teknologi, seperti penggunaan Internet of Things (IoT) untuk pengukuran air secara digital dan real time.
Alat ukur ini terhubung ke dashboard terpadu, memungkinkan pengawasan yang lebih transparan.
Fauzi juga mendesak reformasi tata kelola pajak daerah berbasis sektor dan pembentukan tim pengawasan lintas instansi.
“Kita butuh transparansi, akuntabilitas, dan keberanian politik untuk menghadapi korporasi besar. Lampung harus berdaulat atas sumber dayanya,”tandas Fauzi. (ot)