Jombang – Wayang Potehi dari Sanggar Fu He An dari Jombang, Jawa Timur, bakal pentas Festival Tong Tong Fair 2022 . Festival tahunan yang sudah berlangsung da ri tahun 1959 ini, tahun ini akan digelar di Den Haag, mulai dari 1 – 12 September 2022.
Festival Tong Tong Fair yang awalnya dinamakan dengan ‘Pasar Malam Besar’ ini merupakan festival budaya Indonesia-Eropa yang menampilkan keindahan dan keragaman budaya Indonesia dari penampilan seni dan menyajikan berbagai kuliner tradisional Indonesia.
Rombongan dari Sanggar Fu He An yang berangkat sebagai duta seni ke Festival Tong Tong Fair 2022 di Belanda yaitu; Ketua Sanggar Fu He An Toni Harsono, Widodo sebagai sehu alias dalang dan pemian musik pengiring yaitu; Slamet, Asih dan Cokro.
Menurut CEO PT. Marimas Putra Kencana Harjanto Halim, yang pernah menginisiasi hadirnya GoPot (ehi) Wayang Potehi Mobil Keliling, wayang Potehi ini kesenian yang memiliki nilai filosofi dan nilai sosial tinggi yaitu, nilai toleransi.
“Bukti nyatanya, Wayang Potehi yang akarnya merupakan budaya dari masyarakat Tionghoa ternyata sekarang sebagian besar sehu (dalang) nya sudah bukan orang Tionghoa tetapi orang Jawa.
Harjanto menandaskan, menariknya mereka malah lebih paham ritual-ritual yang dilakukan sebelum mempergelarkan Wayang Potehi yang orang Tionghoa sendiri banyak yang tidak paham.
“Mereka justru lebih paham ritual-ritual yang biasanya dilakukan oleh orang Tionghoa,” ujar Harjanto disela-sela pementasan Wayang Potehi saat launching Pusat Kuliner Kauman, belum lama ini.
Harjanto sangat mendukung keberangkatan rombongan Wayang Potehi Sanggar Fu He An dari Jombang yang bakal pentas di Festival Tong- Tong Fair 2022.
“Pementasan Wayang Potehi di Festival Tong Tong Fair ini bisa menjadi duta seni yang bisa menunjukan kepada dunia kehidupan yang penuh toleransi di Imdonesia. Kehidupan antar etnis yang bisa saling mendukung dalam melestarikan kesenian (budaya),” ujar Harjanto yang juga Ketua Perkumpulan Sosial dan Budaya Boen Hian Tong Semarang.
Potehi, Toleransi, dan Harapan
Toni Harsono yang merupakan generasi ketiga langsung dari seniman Potehi, Tok Su Kwie yang berasal dari Tiongkok mengatakan bangga bisa memperkenalkan Indonesia melalui wayang potehi.
Ke depannya, Toni Harsono berharap, pemerintah bisa lebih mengapresiasi Wayang Potehi. Pasalnya, Wayang Potehi ini murni sebagai kekayaan budaya bangsa.
“Meski memang wayang Potehi asalnya dari Tiongkok, tetapi kini sudah menjadi bagian budaya Indonesia. Wayang Potehi bisa ini bisa menjadi sarana pemersatu. Buktinya, kini kebanyakan justru orang Jawa bukan etnis Tionghoa. Ini menunjukkan semangat toleransi yang tinggi dalam Wayang Potehi,” tandas Toni Harsono.
Tentang Wayang Potehi
Potehi disigi dari sejarah diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song (960-1279).
Wayang Potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16 sampai 19. Data yang sahih berupa catatan awal tentang wayang Potehi di Indonesia, berasal dari seorang Inggris bernama Edmund Scott.
Dalam catatan Edmund Scott, yang sempat berkunjung ke Banten antara 1602 dan 1625, menyebutkan, pertunjukan sejenis opera, yang diselenggarakan bila jung-jung akan berangkat ke atau bila kembali ke Tiongkok.
Wayang khas Tionghoa ini berasal dari Tiongkok di bawa perantau etnis tionghoa ke nusantara. Kini Wayang potehi kini menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia,
Potehi berasal dari kata pou (kain), te (kantong) dan hi (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain.
Sedangkan alat musik Wayang Potehi terdiri atas gembreng/lo, kecer/simbal, cheh dan puah, suling/phin-a, gitar/gueh-khim, rebab/hian-a , tambur/kou, terompet/ai-a, dan piak-kou.
Alat terakhir ini berbentuk silinder sepanjang 5 sentimeter, mirip kentongan kecil penjual bakmi, yang jika salah pukul tidak akan mengeluarkan bunyi “trok”-“trok” seperti seharusnya.
Wayang Potehi bukan sekadar seni pertunjukan, tetapi Potehi bagi etnis Tionghoa memiliki fungsi sosial serta ritual. Dulu Wayang Potehi hanya dipentaskan dikelenteng-kelenteng, karena kesenian ini untuk persembahan kepada para dewa.
Sedangkan lakon yang dipentaskan dulunya Wayang Potehi hanya memainkan lakon-lakon yang berasal dari kisah klasik Tiongkok seperti legenda dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok, terutama jika dimainkan di kelenteng.
Tetapi kini Wayang Potehi dalam pentasnya bisa mengusung cerita-cerita di luar kisah klasik seperti novel Se Yu alias Perjalanan Ke Barat (Pilgrimage to the West) dengan tokohnya Kera Sakti yang tersohor itu.
Menurut Pimpinan Sanggar Fu He An , Gudo, Toni Harsono pada masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang potehi dimainkan dalam dialek Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga dimainkan dalam bahasa Jawa dan Indonesia. (Heru Saputro)