Jawa TengahMEDIA CREATIVESemarang

Hartono Gelar Pameran Tunggal “Boeng, Ayo, Boeng”

Semarang – Pelukis Hartono bakal menggelar pameran tunggal bertajuk “Boeng, Ayo, Boeng”. Gelaran untuk memarakkan hari kebangkitan nasional ini bakal digelar di Museum Jateng Ronggo Warsito Semarang, dari 18 Mei – 25 Mei 2022.

Pameran yang menampilkan 127 karya lukisan ini bakal dibuka Rabu 18 Mei 2022, pukul 18.30 WIB ini akan diramaikan dengan Live Performance dalang sindhunata, Yoyok Greget dan Kamto Gulit.

Hartono mengatakan, pameran ini terinpirasi dari poster “Boeng, Ayo, Boeng” prakarsa Soekarno. Pameran berlatar belakang semangat “Boeng, Ayo, Boeng” .

“Karya-karyaku akan kesana dengan peannda “Boeng, Ayo, Boeng”. Pameran ini sebagai bentuk implementasi pebedaan dalam kebhinekaan menjaga negeri tercinta Indonesia,” ujar pelukis yang karya-karyanya kebanyakan menarasikan tentang perjuangan ini.

Menurut Hartono Poster “Boeng, Ayo, Boeng 1945” meneguhkan kebersamaan, kolaborasi seniman besar Indonesia. Jargon “Boeng, Ayo, Boeng 1945” selain popular juga memiliki kekuatan pemantik propaganda untuk menggerakkan spirit perjuangan melawan penjajah dan memantik rasa persatuan untuk menjaga NKRI.

“Boeng, Ayo, Boeng” mempunyai nilai relenasi kekinian untuk mengingatkan “rasa persatuan” seluruh masyarakat Indonesia sebagi proses menjaga keutuhan NKRI,” ujar Hartono membeberkan konsep karyanya.

Hartono mengusung tema “Boeng, Ayo, Boeng”, karena ingin mengimplemtasikannnya secara visual dan memaknainya sebagai keyakinan, kekuatan dan energy.

“Semangat yang ada dalam “Boeng, Ayo, Boeng” yang kukagumi, akan akau rawat dan menjadi jalan aktualisasi diriku,” beber pemilik Studio Galeri Proses ini.

Lebih lanjut, pelukis yang sudah sering berkiprah pameran tunggal ini kali ingin bicara lewat narasi visual seperti sebait puisi rupa, sebagi sebuah ekplorasi estetik yang kemudian terbingkai dalam kanvas-kanvas.

“Aku melukis karena senang. Lukisanku yang multi tafsir ini bagi apresian kuyakini sedang dalam proses meruang dan mengalir ke rumah budaya. Jadi siapa pun berhak mendeskripsikannya,” tandas Hartono mengunci perbincangan. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *