Inovasikan Pendingin Ikan Tenaga Surya, Mahasiswa ITS Juara 1 se-ASEAN
Onlinekoe, Surabaya – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali raih kesuksesan di tingkat Asia Tenggara. Membawakan konsep pendingin penyimpanan ikan tenaga surya untuk para nelayan, tim mahasiswa ITS raih juara pertama dalam Design Competition for Industrial System and Environment 2019 (Descomfirst 2019) pada 4-5 Mei lalu.
Adalah Reza Aulia Akbar, Edrian Hamijaya dan Dito Abrar, tiga mahasiswa Departemen Teknik Industri ITS yang sukses harumkan nama almamater di tingkat Asia Tenggara. Menamakan timnya Red Team, konsep inovatif yang dibawakannya berhasil mengungguli 15 tim finalis dari perguruan tinggi lain di Asia Tenggara. Bertemakan Innovation of Industrial Food Equipment in Small Medium Enterprises Considering Environmental Sustainability, Red Team memilih nelayan sebagai sasaran produk inovatifnya dalam kompetisi ini.
Ketua Red Team, Reza Aulia Akbar menyampaikan bahwa konsep timnya ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi Indonesia dengan garis pesisir pantai dan jumlah nelayannya. Sehingga produksi ikan Indonesia sangat tinggi nilainya. Hanya saja, penyimpanan logistik ikan dengan pendingin konvensional yang marak digunakan masih memiliki banyak kekurangan. Es batu yang dipaka sebagai sumber pendingin seringkali menambah biaya tersendiri bagi nelayan, sehingga dinilai kurang ekonomis. “Selain itu, es batu yang digunakan juga dapat menurunkan kualitas ikan yang ditangkap, sehingga menjadi kurang segar,” ungkap mahasiswa yang akrab disapa Reza ini.
Mengatasi hal tersebut, imbuh Reza, maka dibuatlah sebuah produk yang diberi nama Eco Storage Portable (ES-PORT). Yakni merupakan sebuah produk pendingin sebagai tempat penyimpanan ikan tangkapan nelayan pengganti es batu. Menggunakan sistem termo elektrik yang dilengkapi dengan panel surya, ES-PORT menjadi solusi inovatif masalah penyimpanan ikan nelayan. “Salah satu energi besar di lautan adalah energi surya, sehingga sangat tepat jika dimanfaatkan sebagai sumber energi ramah lingkungan,” lanjut pemuda kelahiran 1997 ini.
Selain itu, pemanfaatan limbah high density polyethylene (HDPE) yang terkenal sulit diolah sebagai body ES-PORT menjadi nilai tambah keramahan pada lingkungan. Diolah sedemikian rupa, Red Team berhasil menjadikan limbah HDPE ini aman untuk dijadikan penyimpanan ikan.
Dengan semua keunggulan ini, Reza mengaku bahwa timnya sampai mendesain ulang prototype ini hingga tiga kali. “Kami mendesain ini tidak hanya sekali desain kemudian jadi, tapi sampai tiga kali redesign agar dapat mewakili kebutuhan nelayan,” tambah mahasiswa angkatan 2016 ini.
Disampaikan kembali oleh Reza, ES-PORT yang diangkat oleh Red Team ini memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki tim lain. Keunggulan itu meliputi tiga aspek, yakni full proposal dengan data lengkap, presentasi yang menarik dan terstruktur, serta prototype yang telah dilakukan pengujian secara langsung di pesisir pantai Kenjeran Surabaya. Untuk mengujinya, Red Team pun ikut serta melaut bersama nelayan, sehingga data pasti dan kualitas ikan di dalam ES-PORT juga terdeteksi secara nyata.
Tak hanya di depan juri, produk yang dibimbing oleh Dr Adhitya Sudiarno ST MT dari Departemen Teknik Industri ini juga menyabet kategori Favorit Winner. Perebutan pemenang kategori ini diambil berdasar hasil voting yang dilakukan di media sosial Instagram dan Presentasi Expo kepada masyarakat di Transmart, Surakarta, Minggu (5/5).
Dibawakan dengan menarik, ES-PORT yang dibawa Red Team pun duduki peringkat pertama dalam voting Expo dan peringkat kedua dalam voting Instagram. “Dengan ini, kami juga mendapat hati masyarakat yang membuktikan bahwa produk kami (Red Team, red) memang sangat dibutuhkan saat ini,” tutur mahasiswa yang hobi membaca ini.
Berkat inovasi yang sangat bermanfaat bagi nelayan ini, Red Team ungguli seluruh finalis dan sabet juara pertama dalam Decomfirst 2019 yang dihelat oleh Universitas Negeri Surakarta (UNS). Berskala Asia Tenggara, Red Team berhasil unggulka nama ITS serta harumkan nama Indonesia dalam bidang peneilitian berbasis pengabdian masyarakat. “Kami tidak akan berhenti, pengembangan dan penelitian lebih lanjut akan terus dilaksanakan agar menghasilkan produk yang jauh lebih sempurna,” pungkas mahasiswa asal Yogyakarta ini. (Christian Saputro)