ITS Lakukan Branding untuk Menaikkan Peringkat Internasional
Onlinekoe.com, Jakarta – Untuk lebih meningkatkan peringkat di tingkat internasional, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menggelar kegiatan Focus Group Discussion: Employability of ITS Graduates di The Media Hotel, Jakarta, Kamis (15/11). Kegiatan branding yang mengundang para mitra ITS ini juga menghadirkan pembicara utama Chong E Way, Regional Manager South East Asia Quacquarelli Symonds (QS) Intelligence Unit.
Kegiatan yang diinisiasi oleh Wakil Rektor ITS bidang Inovasi, Kerjasama, Kealumnian dan Hubungan Internasional Prof Dr Ketut Buda Artana ini bertujuan untuk lebih memacu pengembangan internasionalisasi ITS. Mitra ITS yang dihadirkan mulai dari alumni, perusahaan baik swasta nasional maupun swasta asing, dan BUMN. Bahkan diundang juga beberapa mitra perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk saling berbagi.
Seperti diketahui, QS adalah salah satu lembaga profesional di dunia yang mengeluarkan publikasi berupa ranking dunia dari sebuah perguruan tinggi. Ranking versi QS ini lazim disebut sebagai QS World University Ranking (QS WUR) yang secara rutin diterbitkan sekali dalam setahun.
Selain itu, untuk wilayah Asia, QS juga menerbitkan regional ranking yang dikenal sebagai QS Asian University Ranking (QS AUR) yang juga diterbitkan setiap tahun. Secara rutin QS mengeluarkan pengumumannya melalui situs resminya di https://www.topuniversities.com/.
Saat ini, QS WUR masih menempatkan ITS pada posisi 801-1.000 (peringkat ke-7 di antara perguruan tinggi di Indonesia). Sedangkan untuk versi QS AUR menempatkan ITS pada posisi 229.
“Ada beberapa parameter yang digunakan dalam penilaian ranking versi QS WUR ini,” jelas pria yang akrab disapa Ketut ini.
Parameter tersebut, lanjut Ketut, adalah reputasi akademik sebesar 40 persen, reputasi lulusan 10 persen, perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa sebesar 20 persen, perbandingan jumlah sitasi karya ilmiah dan dosen 20 persen, perbandingan jumlah dosen internasional dan dosen lokal sebesar lima persen, serta perbandingan jumlah mahasiswa asing dan mahasiswa lokal sebesar lima persen.
“Apabila dicermati kelima parameter di atas, jelas terlihat apabila reputasi akademik dan lulusan memegang peran penting pada sistem perankingan versi QS dengan total sebesar 50 persen,” tutur guru besar Teknik Sistem Perkapalan ini.
Reputasi akademik, menurut Ketut, dinilai dari berapa banyak publikasi ITS di jurnal internasional terindeks. Di bagian ini, ITS menempatkan dirinya pada posisi lima besar nasional. Parameter lain yang di sisi reputasi ini adalah reputasi alumni yang bekerja di perusahaan (employer reputation). Dalam hal ini tentu yang dimaksud adalah reputasi alumni ITS yang bekerja di suatu perusahaan yang akan di survey oleh QS setiap tahunnya.
Dijelaskan pria asal Singaraja ini, kinerja alumni ITS di perusahaan tidak hanya dinilai oleh perusahaan tempat alumni bekerja. Namun dalam rangka menuju universitas berkualitas global, ITS setiap tahunnya akan diminta memberikan daftar nama perusahaan di mana alumninya bekerja. Dari daftar tersebut, maka QS sebagai peranking akan secara acak memilih perusahaan-perusahaan sebagai responden survei. “Dalam kaitannya dengan employer reputation, tentu saja target QS adalah kepuasan atas penggunaan alumni ITS,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada acara ini ITS mengundang para alumni dan wakil dari perusahaan-perusahaan di mana banyak terdapat alumni ITS yang bekerja di perusahaannya. Harapannya, semuanya akan memberikan masukan tentang kinerja alumni ITS dalam kaitannya ITS menuju sebuah perguruan tinggi berkualitas global. Dalam kaitan ini, tentu saja QS Intelligence Unit akan memberikan ulasan terkait apa yang bisa diungkap dari posisi ITS saat ini. Strategi-strategi khusus terkait pencapaian target sebagai World Class University diharapkan bisa terungkap dari masukan alumni sekaligus dari apa yang dipaparkan oleh QS Intelligence Unit.
Pada jangka panjang, tentu akan memberikan manfaat bagi upaya ITS untuk bisa masuk menjadi 500 besar perguruan tinggi top di dunia, seperti amanah yang telah diberikan oleh pemerintah.
Menurut Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD, ITS harus mengubah strategi dalam upaya menjaring opini dari para mitra. Baik mitra dalam maupun luar negeri, swasta maupun BUMN. “Peran mereka (mitra, red) sangat penting untuk meningkatkan status ranking ITS,” tutur Joni.
Diungkapkan Joni, respon para mitra terhadap ITS saat survei yang dilakukan oleh QS masih sangat minim. “Dari formulir survei yang disebar QS, hanya sekitar 100 mitra yang merespon dan mengembalikannya, itu sangat minim sekali jika dibandingkan jumlah mitra ITS yang ribuan,” paparnya prihatin.
Meski masih minim yang merespon, ITS masih mampu meraih peringkat 251 untuk tingkat dunia dalam bidang engineering yang dirilis tahun 2018 ini. “Artinya bahwa kalau kita mampu memberdayakan mitra dengan suara lebih banyak, pasti akan bisa lebih meningkatkan lagi peringkat ITS lebih tinggi,” tandasnya optimistis.
Menurut guru besar Teknik Lingkungan ini, minimnya respon terhadap ITS tersebut dikarenakan mitra banyak yang belum paham pentingnya respon mereka terhadap peringkat ITS di dunia.
Sementara itu, Chong E Way menjelaskan bahwa semua penilaian yang dilakukan oleh QS berdasar pada data yang ada. “Karena itu, universitas harus bisa melihat data yang mereka miliki selama ini dan menganalisa apa kekurangan yang ada dan yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Jika perguruan tinggi yang bersangkutan tidak memahami data yang ada tentang diri mereka sendiri, tentunya tidak akan tahu darimana harus mulai melangkah untuk meningkatkan peringkat. “Harus bisa identifikasi gap yang ada, agar bisa memperbaikinya,” ujar pria asal Malaysia ini mengingatkan.
Dengan begitu, lanjutnya, perguruan tinggi yang ingin meningkatkan reputasinya tersebut bisa menentukan strategi apa yang seharusnya dijalankan untuk bisa meningkatkan peringkatnya. (Christian Saputro)