Ragam

Kekhawatiran Resesi AS Fenomena Jangka Pendek

Onlinekoe.com, Medan – Kekhawatiran resesi Amerika Serikat  contoh fenomena di mana sentimen jangka pendek pasar bisa sangat cepat berubah. di sinilah manajer investasi berperan lebih untuk menganalisa kondisi fundamental, tidak hanya berdasarkan sentimen sesaat.

“Secara umum kami menilai perekonomian global dalam kondisi relatif sehat, walaupun memang pertumbuhannya melambat. Data ekonomi dari Amerika Serikat dan China – dua raksasa yang menjadi proksi ekonomi global – mengofirmasi pandangan tersebut,” kata Andrian Tanuwijaya,Fortofolio Manager-Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI).

Di Amerika Serikat data ketenagakerjaan tetap pada level kuat dengan klaim subsidi pengangguran  membaik dan tingkat pengangguran yang menurun. Di China, data ekonomi juga membaik sejalan dengan stimulus yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan stabilisasi ekonomi.

Bukan hanya itu katanya data manufaktur China kembali ke zona ekspansi di bulan Maret dan April, setelah sebelumnya mengalami kontraksi tiga bulan berturut-turut. Pertumbuhan kredit di China juga membaik, didukung oleh stimulus fiskal dari pemerintah.

“Sebab itu pula secara keseluruhan, indikator ekonomi di kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi global tetap sehat walaupun melambat dibandingkan tahun sebelumnya,” papar Andrian dalam siaran pers diterima Sumaterapost.Co di Medan, Jumat 17/5/2019 .

Memasuki awal bulan Mei, tiba-tiba tensi negosiasi perdagangan Amerika Serikat dengan China kembali meningkat menyusul komentar keras dari Presiden Trump. Apakah ini pun merupakan sentimen sesaat seperti isu resesi? Bagaimana pendapat anda terhadap perkembangan ini?

Tak heran, perkembangan sangat mengejutkan pasar, karena sebelumnya negosiasi antara kedua negara berlangsung positif dan dikonfirmasi sendiri oleh pernyataan-pernyataan dari kedua delegasi. Perubahan sentimen yang drastis ini mengakibatkan _market shock_ karena pasar global sebelumnya sudah semakin yakin kesepakatan akan tercapai segera.

Walaupun demikian, sampai saat ini perang dagang besar-besaran antara Amerika Serikat dan China bukan merupakan skenario base case kami. Dengan perkembangan ini, kami melihat negosiasi dagang dapat kembali memanjang dan volatilitas pasar pun berpotensi kembali meningkat,” ujarnya .

Dia mengatakan terlepas apakah skenario base case akan terjadi atau tidak, pihaknya melihat pemerintah China sangat siap dan memiliki cukup ruang untuk melakukan stimulus tambahan untuk mengurangi dampak negatif dari tarif impor dan menopang pertumbuhan ekonominya. Dalam proses pembentukan portofolio dia  juga memastikan untuk memilih saham yang memiliki fundamental solid di tengah sentimen pasar global yang dinamis.

Dengan segala dinamika yang ada, bagaimana The Fed akan menyikapinya? Andrian menyebutkan, faktor utama yang harus diperhatikan untuk menakar arah suku bunga The Fed adalah tekanan inflasi di Amerika Serikat. Beberapa pejabat The Fed berkomentar bahwa suku bunga saat ini sudah berada pada zona netral, yang berarti kenaikan suku bunga hanya perlu dilakukan apabila tekanan inflasi meningkat.

Namun saat ini beberapa indikator inflasi Amerika Serikat masih menunjukkan tekanan inflasi yang lemah dan bahkan mengalami penurunan. Di bulan Maret kemarin indeks core PCE – yang merupakan acuan inflasi bagi bank sentral – turun ke level 1.6%, belum mencapai target 2% The Fed. “Justru  itu kami berpandangan The Fed akan berhati-hati sebelum menaikkan suku bunga kembali. Kami perkirakan suku bunga The Fed tahun ini malah akan tetap bertahan di level yang sama,” tambah Andrian. (tiara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *