Komunitas Peranakan Semarang Gandeng Tiga Rotary Club Semarang Gelar Festival Kue Bulan
Semarang – Puluhan warga peranakan Tionghoa dari tiga klub Rotary dan komunitas peranakan di Semarang duduk bersama di bawah terang bulan purnama di Restoran Over Horizon, Semarang Rabu (18/9) malam.
Helat ini juga bertujuan untuk mempererat persahabatan sambil belajar budaya Tionghoa dan menumbuhkembangkan tak sekedar melestarikannya.
Mereka berpartisipasi merayakan Festival Kue Bulan dengan gelaran acara makan malam dan menikmati kue bulan bersama. Di samping itu mereka sembari belajar sejarah dan filosofi perayaan, diiringi alunan musik tradisional Tionghoa.
Festival Kue Bulan atau Perayaan Tiong Ciu (Zhong Qiu) dirayakan diaspora Tiongkok di seluruh dunia. Perayaan setiap tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek ini juga dikenal sebagai Festival Pertengahan Musim Gugur. Tahun ini, perayaan jatuh tepatnya pada 17 September 2024 penanggalan Masehi.
Berbagai legenda mengiringi Perayaan Tiong Ciu dan ada kebiasaan khusus di masing-masing wilayah Nusantara yang seiring berjalannya waktu mengalami adaptasi.
Secara populer Perayaan Tiong Ciu juga mengalami penyederhanaan menjadi sekedar ajang makan kue bulan bersama, sementara filosofi yang mendasari perayaan ini kurang dipahami oleh generasi muda Tionghoa.
Lenny Erna Juniati, Club President Rotary Club of Semarang Bojong, mewakili para Rotarians mengatakan merespon fenomena ini, tiga klub Rotary, yaitu Rotary Club of Semarang Bojong, Rotary Club of Semarang Bimasena, Rotary Club of Semarang Arjuna bersama EIN Institute dan Forum Peranakan Tionghoa menggelar “Festival Kue Bulan, Merayakan dengan Makna”.
“Harapan penyelenggara, kegembiraan dan rasa syukur yang melatari Perayaan Tiong Ciu akan diikuti dengan komitmen melestarikan tradisi dan meneruskannya pada generasi berikut,” ujar Lenny Erna Juniati.
Pada kesempatan itu dihadirkan dua tokoh budayawan Tionghoa yaitu Kwa Tong Hay dan Ardian Cangianto yang didapuk menjadi pemantik diskusi. Sementara sebagai hiburan dihadirkan musik tradisional Tionghoa, Lam Koan memeriahkan festival itu.
Kwa Tong Hay –penggita budaya Tionghoa –mengisahkan perayaan ini menjadi ajang berkumpulnya keluarga dan handai taulan.
“Bisanya perayaan diawali dengan sembahyang pengucapan syukur pada Dewa Bumi atas kelimpahan berkah kesuburan tanah bagi para petani,” kisah Kwa Tong Hay.
Periset Budaya Tiongkok, Ardian Cangianto, menginformasikan berbagai tradisi menyertai perayaan ini, antara lain berbagi kue bulan, menyalakan lentera, pergi ke luar rumah untuk menyaksikan bulan purnama.
“Kue Bulan dipotong-potong dalam ukuran yang sama besar untuk dibagikan ke seluruh anggota keluarga yang berada dalam satu rumah, sebagai simbol kesetaraan dan keadilan dalam keluarga,” beber Ardian.
Ardian menambahkan bahwa dari sekian banyak perayaan di Tiongkok, Perayaan Tiong Ciu didedikasikan untuk kaum perempuan. Sembahyang Tiong Ciu dipimpin oleh perempuan sebagai penghargaan pada sifat Yin yang disimbolkan melekat pada kaum perempuan.
Sementra itu, Koordinator Divisi Riset EIN Institute, Yvonne Sibuea,mengatakan dalam perayaan Tiong Ciu, ada pesan-pesan penting tentang menghargai keberagaman, menemukan keseimbangan, dan mengupayakan keadilan, khususnya antara laki-laki dan perempuan.
“Selain itu juga punya makna tentang menjaga keharmonisan dalam keluarga dan masyarakat. Ini nilai budaya yang perlu dihidupkan, bukan hanya oleh warga peranakan, tapi semua orang,” tandas Yvonne Sibuea.
Yoanita dari Forum Peranakan Tionghoa Semarang menambahkan ada juga makna Tiong Ciu bagi warga peranakan, dalam perayaan, doa-doa kita panjatkan semoga semua yang kita sayangi berumur panjang.
“Meski berpisah jarak atau nun jauh di perantauan, setidaknya kita masih bisa menikmati bulan yang sama,” imbuhnya.
Perlu diketahui di Semarang Perayaan Tiong Ciu dipusatkan di Klenteng Siu Hok Bio dengan menggelar kirab budaya yang diikuti oleh Klenteng Trimurti Lasem (Gie Yong Bio), Vihara Dharma Karuna Grobogan, Klenteng Tjeng Gie Bio Pemalang, Klenteng Gwan Sing Bio Ungaran, Klenteng Wie Hwie Kiong Semarang, Klenteng Ling Hok Bio Semarang, Klenteng Kwan Sing Bio Semarang, Klenteng See Hoo Kiong Semarang, Klenteng Hoo Hok Bio Semarang, Klenteng Tong Pek Bio Semarang, dan Klenteng Sri Kukus Redjo Gunung Kalong Semarang. (Heru Saputro)