Korban Pelecehan Seksual Di KPI Diancam Putus Kontrak Kerja
Onlinekoe.com | Nasional – Usai MS melaporkan beberapa karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat karena melecehkannya selama bertahun-tahun ke polisi, pegawai kontrak berinisial MS kini terancam kehilangan pekerjaan. Menyampaikan ke kuasa hukumnya, korban mengaku ada salah seorang pimpinan lembaga berlaku pasif-agresif menekan agar dia mencabut laporan polisi.
Baca juga : Kasus Lahan Rumah Dp Rp. 0, Mantan Dirut Sarana Jaya Diduga Korupsi Rp. 152 Miliar
Salah seorang pimpinan mengancam apabila MS masih ingin bekerja di KPI Pusat, ia diperintahkan tidak melebar-lebarkan lagi masalahnya dengan beberapa oknumdi KPI. MS berstatus karyawan kontrak di KPI Pusat dengan perpanjangan perjanjian kerja setahun demi setahun. Performanya yang baik selama ini membuat posisinya aman sejak 2012.
Namun, sekarang ini jelas berbeda, ada kekhawatiran akan terjadi penghentian kontrak akhir tahun nanti setelah kasusnya memicu amarah publik fokus tertuju pada reputasi KPI yang sebetulnya sudah penuh kontroversi itu, yg dilansir dari vice.com.
Baca Juga : Propam Periksa Polisi Yang Banting Mahasiswa Demonstrasi
“Ada sepintas nada ancaman halus apabila masih ingin tetap bekerja di KPI, diharuskan mau berdamai dengan pelaku dan tidak menperpanjang ke proses hukum,” jelas Mualimin saat diwawancarai Kompas, Rabu (13/10).
“MS khawatir karena salah satu orang yang ngomong itu kan punya jabatan di KPI. Sementara dia [MS] juga merasa punya kepentingan untuk tetap bekerja di KPI. Membuat mentalnya jatuh dan khawatir posisinya terancam. Pekerjaan tersebut penting kan apalagi di era pandemi ini, banyak orang menganggur.”
Mualimin menegaskan MS tidak akan mencabut hukuman. Tim kuasa hukum akan memastikan kasus ini tidak membuat kliennya kehilangan mata pencaharian. Walapun keadaanya lagi diterpa masalah hukum, MS bahkan tetap dapat mengerjakan pekerjaannya dari rumah.
”Apabila kontraknya tak diperpanjang karena alasan ini, tentu kita akan gugat KPI. Kami kan sama sekali tidak ingin menjelekkan KPI, yang diharapkan ialah korban ini dapat keadilan,” tambah Mualimin.
Dilain tempat, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah membantah segala tudingan kuasa hukum MS. Nuning menyebut MS tetap bekerja seperti biasa sembari menjalani proses hukumnya.
“Enggak ada lah. Enggak ada ancaman-ancaman begitu,” kata Nuning dilansir Akurat.
Setelah dikonfirmasi media September lalu, Komisioner KPI itu pun mengaku tak tahu-menahu ada perundungan di lingkungan kantornya bertahun-tahun, juga tidak mengetahui ternyata MS sebelumnya sudah melapor polisi dua kali.
Ini sudah menjadi upaya kesekian dari pihak KPI Pusat untuk merayu MS menempuh jalur kekeluargaan dalam menyelesaikan kasus pelecehan seksual.
Ketua tim Kuasa Hukum MS, yaitu Mehbob, pernah mengakui adanya pertemuan tanpa pengacara antara kliennya dengan lima terduga pelaku yang difasilitasi salah satu komisioner. Kala itu, MS dijebak bertemu terduga pelaku dan diminta menandatangani surat perdamaian saat itu juga, pada 8 September lalu.
“kala itu ditelepon oleh Komisioner ditunggu di KPI. Tetapi tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba disuguhkan surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan,” ujar Mehbob.
“Korban MS jelas menolak karena sudah mendapat arahan dari kami. Dari tim pengacara sih menganjurkan proses hukum harus tetap berjalan.”
Isi pada surat perdamaian, sepengetahuab cerita tim kuasa hukum MS, terdaoat dua poin. Pertama, MS diminta mencabut laporan di Polres Jakarta Pusat. Kedua, merehabilitasi nama baik kelima terduga pelaku. Tudingan ini tentu saja dibantah kuasa hukum tergugat Tegar Putuhena.
“Klien kami kemarin hadir di KPI diundang, bukan atas inisiatif klien kami. Yang mengundang justru dengan informasi ini ada permintaan damai dari Saudara MS,” kata Tegar kepada Tribunnews.
Pada 1 September 2021, MS hebohkan dunia maya setelah ia dan kuasa hukumnya merilis surat pengaduan terbuka berisi kisah perundungan dan pelecehan seksual yang ia alami di kantor sejak 2012. Adapun pelecahan tersebut berupae diintimidasi, ditelanjangi, buah zakarnya dicoret pakai spidol, serta difoto paksa.
Korban mengaku bolak-balik rumah sakit karena stres akibat pelecehan tersebut. Dia sudah mencoba lapor polisi sudah dua kali, pada 2019 dan 2020, namun laporannya diabaikan. Laporannya akhirnya diterima Polres Metro Jakarta Pusat pada September lalu, setelah surat pengaduan terbukanya viral.