Jawa TengahMEDIA CREATIVESemarang

Langkah Kecil Klub Merby Bangkitkan Kembali Ragam Sanggul Nusantara

Semarang – Klub Merby yang berdiri Juli tahun 1989 sejak tahun 2005 punya program pelestarian budaya. Founder sekalıgus Direktur Klub Merby drg Grace Widjaya Susanto menabalkan nama programnya Langkah Kecil Klub Merby Untuk Semarang dan Indonesia. Klub Merby 35 Tahun Berkiprah ikut Mencerdaskan Bangsa.

Penulis buku bertajuk: “Mlaku Thimik-Thimik, Langkah Kecil Mengumpulkan Seni Budaya yang Tercecer” ini mengatakan komitmen ini merupakan bentuk kepedulian Klub Merby pada kebudayaan.

Klub Merby sendiri ingin ikut berperan dan ambil bagian mencerdaskan anak melalui seni dan budaya.

Hal itu diungkapkan Grace W Susanto kepada awak media di Kampus Klub Merby, Jlan MT Haryono, Wonodri, Semarang, Senin (29/04/24).

“Langkah kecil yang pernah dilakukan Merby yang diawali tahun 2005 yaitu; Batik Semarang, Souvenir Semarang,Gambang Semarang, Wayang, Jamu, Dolanan Bocah, Kuliner, Lagu Semarangan, Wisata Edukasi, Kebaya, Saroeng, Joget dan Salam, Tambang Hijau dan Biru, Bahasa Ibu, Busana Nasional, Rempah Nusantara, Eco Enzyme, Save Wayang Orang, dan Tutup Kepala Nusantara.
“Untuk tahun 2024 ini kami punya komitmen dengan langkah kecil Merby untuk membangkitkan dan menumbuhkembangkan kembali konde, kepang dan sanggul. Hiasan konde, kepang dan sanggul ini merupakan salah satu upaya untuk mempercantik mahkota perempuan nusantara,” terang Grace Widjaya yang juga Inisiator Wayang On The Street.

Belasan perempuan Senin 29 April 2024 sejak pagi hari bergantian rambutnya dirias oleh Agnes Maria Arkeini dan Asistennya Lisa Khosasi dengan berbagai ragam jenis konde, kepang dan sanggul. Setelah dirias, didokumentasikan kemudian mereka menari bersama (flashmob) “Gugur Gunung” ikut memarakkan Hari Tari Dunia (HTD) yang jatuh pada 29 April.

Konon menurut muasalnya konde ini berasal dari Mesir tetapi di Indonesia sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Budaya konnde, kepang dan sanggul bertumbuhkembang di seantero nusantara, Tetapi kini karena modernitas beberapa model sanggul terancam punah antara lain seperti; Mawar kembar ( peranakan) dan Kelabang nyander.

“Negara kita kaya seni budaya dan tentunya perlu ditumbuhkembangkan dan dilestarikan, termasuk konde, kepang dan sanggul yang memliki banyak ragam,” imbuhnya.
Grace menambahkan banyak ragam model konde, kepang dan sanngul yang dipakai leluhur, mulai ditinggalkan. Misalnya, sanggul model mawar, kupu, pelem, kelabang, dan sanggul ongko wolu.
‘Merby nerupaya mengenalkan kepada generasi muda berbagai jenis konde, sanggul dan kepang yang pernah dipakai oleh leluhur terdahulu,’ katanya.
Menurut Agnes Maria Arkeini salah satu perias senior yang tinggal di Semarang mengatakan di Indonesia saat ini setidaknya tercatat sekira empat puluhan ragam konde, kepang dan sanggul baik yang tradisi maupun modern yaitu; konde Gelung tekuk (Yogya), Ukel konde (Solo), Cepol/ sempol (Betawi), Ongko wolu, Pelem, Kupu, Mawar kembar (Peranakan), Jepun, Twist/ bekicot, Simpolong (Bugis), Ciwidei (Sunda), Pingkan (Manado), Lipet pandan (Minang), Lenggeng (NTT), Timpus (Sumatra), Jenges (Batak), Pusung tagel (Bali, Bokor mengkurep (Pewayangan), Konde keong (Pedesaan) dan Konde lintang (Melayu).

Sedangkan ragam kepang ada’; Kelabang nyander, Kepang kembar, Kepang halo , Ekor kuda, Sisik ekor ikan, Kelabang angkrem, Kepang kipas, Kepang prancis, Kepang londo, Kepang air terjun, Kepang bali dan Kepang ulo.

Diharapkan gerakan Langkah Kecil Klub Merby tahun ini upaya membangkitkan kembali ragam konde, kepang dan sanggul akan mengingatkan kembali para perempuan pada budaya bangsa dan ikut mengambil peran ikut melestarikannya. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *