Manfaat Hutan Mangrove Bagi Ekonomi Masyarakat Pesisir
Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia – HKTI mengadakan kerjasama dengan Koperasi HKTI Tamara Bumi serta Koperasi Wana Jaya menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) “Manfaat Hutan Mangrove bagi Kelangsungan Ekosistem Laut dan Ekonomi Kerakyatan Masyarakat Pesisir”.
FGD yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah perizinan Koperasi Wana Jaya di Karimun, dilaksanakan di Sekretariat DPP HKTI, di Kementan, Gedung Arsip Lantai 2, Jakarta Selatan, Kamis 1 Februari 2024.
Acara ini dihadiri oleh Direktur Pengendalian Hak Tanah dan Pulau-Pulau
Terluar dari Kementerian ATR/BPN Dr. Ir. Andi Renald, M.Sc yang juga sebagai Wakil Ketua DPD HKTI Sulawesi Tenggara.
Selain itu dihadiri juga oleh Ketua Kelompok Kerja Badan
Restorasi Gambut dan Mangrove Ir. Nugroho, serta Ketua Koperasi HKTI Tamara Bumi Mayjen TNI
(Purn) Winston P Simanjuntak dan Ketua Koperasi Wana Jaya Karimun Buya Anfan.
Acara FGD ini dipimpin oleh Wakil Ketua Umum DPP HKTI yang juga Ketua Satgas
Reforma Agraria Ir. Doddy Imron Cholid, MS.
Di dalam pembukaannya, Doddy
menyampaikan bahwa mangrove merupakan suatu komoditas yang unik karena
berada dan hidup di air payau serta terdiri dari banyak jenis tanaman, antara lain
api-api, bakau, dan si buta-buta.
“Kawasan ini juga merupakan habitat untuk jenis
ikan tertentu, bahkan udang dan ikan lainnya bertelur di kawasan mangrove ini,
sehingga keberadaan mangrove ini perlu kita tata, kita perbaiki, karena mangrove
ini bisa meningkatkan ekonomi rakyat baik untuk kegiatan pembuatan arang,
pariwisata juga untuk usaha perikanan,” ujar Doddy.
Ketua Koperasi Wana Jaya Karimun, Buya Anfan menyampaikan bahwa luas
mangrove di Karimun dan di Lingga itu bukannya berkurang, tapi bertambah luas,
yang semula 9.325 hektar menjadi 13.000 hektar, artinya ada penambahan sekitar
4.000 hektar.
“Tentunya ini perlu kita apresiasi karena mangrove di tempat lain itu
berkurang akan tetapi disini bertambah,” papar Buya.
Dengan adanya kebijakan baru, lanjut Buya, usaha
pembuatan arang di lokasi Karimun dan Lingga sekarang ditutup, tidak diizinkan,
alasannya karena luas mangrove berkurang, padahal kenyataannya tidak.
“Mungkin diduga ada kerusakan di tempat lain, mungkin di Batam yang berimbas kepada
mangrove di Karimun dan Lingga. Tentunya kawan-kawan Koperasi Wana Jaya
meminta bantuan HKTI agar bisa menyelesaikan persoalan ini dengan
Kementerian LHK agar masyarakat bisa berusaha lagi, karena masyarakat yang
berusaha di Mangrove Karimun dan Lingga ini ratusan Kepala Keluarga, ada
sekitar 300 Kepala Keluarga lebih,” jelasnya.
Ketua Kelompok Kerja Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Nugroho mengatakan bahwa mangrove punya manfaat yang banyak
sekali, tidak hanya untuk kegiatan kayu atau arang tapi juga untuk kegiatan
budidaya yang lain apakah itu ikan atau usaha-usaha yang lainnya termasuk kayu,
bisa dipakai untuk kecantikan.
Ia mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Koperasi Wana Jaya Karimun karena bukannya berkurang malah bertambah luas,
maka untuk itu Ia tentunya mendukung kegiatan usaha masyarakat di kawasan
mangrove Karimun dan Lingga, dan atas pemberhentian izin yang dilakukan oleh
Kementerian Kehutanan Ia sangat menyayangkan, menyesalkan, mudah-mudahan
nanti atas bantuan DPP HKTI bisa menyampaikan ke Kementerian LHK, atas
pertimbangan bahwa di sini tidak terjadi kerusakan agar usahanya bisa dilanjutkan,
izin Hutan Tanaman Rakyat atau HTR yang sudah diterbitkan tahun 2010 bisa
dilanjutkan kembali, karena memang pencabutan usaha ini juga tidak jelas apa dasarnya.
Kemudian masukan dari Dr. Ir. Andi Renald, M.Sc. sebagai Direktur dari
Kementerian ATR/BPN, Ia melihat bahwa di dalam Peta Tata Ruang di Kabupaten
Karimun sepertinya mangrove yang diusahakan oleh Koperasi Wana Jaya tidak
berada di dalam Kawasan Hutan Lindung jadi berada pada kawasan HPL.
“Atas kejadian ini perlu dicek ulang, dicek ke lokasi, kalau betul lokasi ini di luar kawasan hutan mestinya HKTI bisa mengusulkan Kementerian Kehutanan agar
izin usaha Koperasi Wana Jaya bisa di teruskan lagi, tidak dihentikan dan tidak dicabut,” ujar Andi.
Dari hasil diskusi FGD dapat disimpulkan bahwa kepada Koperasi Wana
Jaya dimintakan untuk dicek, apakah lokasi ini berada pada kawasan lindung atau bukan.
Kalau di luar kawasan lindung maka baik dari Badan Resolusi Gambut dan
Mangrove serta dari Kementerian ATR/BPN mengusulkan kepada DPP HKTI agar menyurati, memohon kepada Kementerian Kehutanan agar usaha Koperasi Wana Jaya Karimun bisa dilanjutkan, mengingat banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini. (amr)