MEDIA CREATIVESemarang

Ngobrok Gayeng “Berakhirnya Batas-Batas” di TAN Artspace

Semarang – Obrolan seni yang mengusung tajuk Berakhirnya Batas-Batas ditaja di di TAN Art Space, Semarang, Sabtu 11 Juni 2022. Gelaran bincang seni yang diinisiasi Denny Aprianto –yang sedang menghelat pameran tunggal Homo Hipokritus di Artotel Gajahmada ini.

Menghadirkan nara sumber Perupa R.Kokoh Noegroho dan Kurator Seni Dr.Djuli Djatiprambudi berlangsung gayeng. Obrolan santai ini diikuti puluhan peminat seni rupa, perupa dan jurnalis.

Perupa Kokok yang bakal menggelar pameran tunggal di Galeri Nasional, Jakarta, September 2022 mendatang dalam kesempatan itu mengingatkan dunia seni rupa di era digital ini tanpa sekat. Dicontohkannya, seperti dirinya, dengan berakhirnya batas-batas kini kedudukannya tak hanya sebatas perupa Semarang, tetapi Indonesia bahkan dunia.

“Jadi mau nggak mau , karena memasuki era digita,l se[erti saya kini menyandang predikat perupa dunia yang berkarya di Semarang,” ujar Kokoh yang inten menggeluti jagad seni rupa sejak tahun 1996.

Kokok juga mengingat betapa pentingnya, jurnalis, penulis dan kritikus seni rupa. Pasalnya, Perjalanan perupa tak hanya sebatas berkarya, kemudian berpameran, tetapi harus ada yang membicarakan.

“Tulisan-tulisan yang membincangkan pameran ataupun membedah menjadi jejak penanda perjalanan kreativitas perupa. Salah satu kenapa dunia seni rupa tak mengemuka seperti; Bandung, Jogjakarta dan lainnya, karena tak tercatat dari jejak tulisan,” ujar Kokoh.

Hal ini juga diungkap kurator ccum dosen Djuli Prambudi, dunia seni rupa Semarang membutuhkan penulis dan kritikus seni rupa sehingga aktivitas perupa tak hanya berhenti dipanggung pameran. Djuli juga mengingatkan kalau Semarang punya perguruan tinggi yang punya jurusan seni rupa.

“Jadi jangan mau jadi pelukis semua, tetapi juga ada yang menjadi penulis yang tak hanya menulis peristiwa pameran tetapi mengapresiasi dengan membedah karya perupanya,” ujar pemilik “Omah Mikir” ini.

Ditegaskannya, mestinya, juga mulai ada yang mmikirkan menulis sejarah seni rupa Semarang. Hal ini sangat penting, selain sebagai jejak perjalanan seni rupa Kota Semarang juga menjadi data yang diperlukan oleh generasi mendatang.

“Ini harus ada yang terpanggil dan berani. Jangan takut salah sambil jalan bsa terus diperbaiki dan diupdate,” ujar penulis buku SEjarah Seni Rupa Jawa Timur ini meyakinkan.

Sebelumnya, kurator Bienal Jateng dan Bienal Jatim ini membincang berbagai persoalan yang ada dengan kehadiran era digital yang mengakibatkan dunia tanpa sekat. Fenomena berakhirnya batas-batas ini juga menembus dunia seni rupa, yang sudah barang tentu juga membawa pengaruh dalam dunia kreatif perupa.

Obrolan berlangsung dengan gayeng, alokasi waktu yang disediakan dari pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB molor hingga pukul 22.30 WIB. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *