Semarang – GalleryTtcloseeran Semarang menggelar bareng lima perupa bertajuk “Simulation : Presenting, Removing, and Reappear“. Gelaran pameran bersama yang menaja karya perupa Agus Putu Suyadnya, Iabadiou Piko, Iqi Qoror, M.A. Roziq, Palito Perak ini akan digelar di Semarang Gallery, Kotalama, Semarang dari 21 Juni – 18 Agustus 2024.
Pameran yang dikuratori Riski Januar dan Nimas Selu Yasmine dengan mengusung tema; “Simulasi : Menghadirkan, Menghilangkan dan Memunculkan Kembali” ini akan dibuka Jumat 20 Juni 2024 mulai Pukul 19.00 WIB dengan pengantar dari Kunto Aji.
Menurut Riski Januar dalam kurasinya mengatakan dari gagasan juga proses kekaryaan lima orang seniman yang terdiri dari Agus Putu Suyadnya, Iqi Qoror, Iabadiou Piko, M.A Roziq, serta Palito Perak, kami menangkap sebuah siklus yang terdiri dari upaya untuk menghadirkan, menghilangkan dan memunculkan kembali, sebagai cara untuk mensimulasikan suatu keadaan yang bermuara kepada penciptaan karya seni.
“Siklus maupun upaya ini kami anggap sebagai keadaan kontemplatif di mana seniman mengambil jarak dengan dirinya, untuk melihat dirinya secara utuh,” ujar Januar dalam catatannya.
Riski Januar didampingi Nimas Selu Yasmine menambahkan siklus ini merujuk kepada tiga gagasan utama yaitu tentang simulacra, keberadaan manusia dan imajinasi kesadaran. Tiga gagasan ini merangkum pembicaraan tentang karya dari lima orang seniman ini.
Nimas menambahkan dari kelima seniman tersebut, dapat terlihat t adanya siklus yang sama dari cara mereka mengungkapkan sesuatu sebagai dasar dari pembentukan kekaryaan.
Siklus ini mencakup hal-hal seperti menghadirkan, menghilangkan dan memunculkan kembali sehingga menghadirkan keadaan serta peristiwayang seolah-olah diciptakan, dikonstruksi ataupun diskenariokan. Kondisi untuk menghadirkan keadaan ini yang kemudian kami sebut dengan simulasi.
“Tentu siklus seperti ini adalah hal lumrah dalam proses penciptaan karya seni, tetapi bagaimana sebuah keadaan ataupun peristiwa itu diekspresikan serta dibicarakan adalah bentuk dari intuisi kesenimanan dalam sudut pandangnya melihat sesuatu, sekitarnya, dan dirinya,” terang Nimas.
Menurutnya sudut pandang ini yang kemudian menjadi hal paling penting karena dapat membuat karya-karya ini memiliki nilai, fungsi, maupun makna. Pameran ini sekiranya mencoba menawarkan kesadaran tentang penilaian terhadap diri serta hal-hal yang ada dan dekat disekitar.
Memahami diri berarti mengambil jarak dengan diri itu sendiri, ketika seniman membicarakan dirinya, maka dia telah berjarak dengan dirinya. Sehingga dia bisa leluasa untuk mengekspresikan atau mewujudkan apa yang ada pada dirinya.
Walau terkesan sangat intim, personal, dan subjektif, tetapi apa yang diutarakan seniman dalam karyanya adalah perwakilan permasalahan orang banyak yang direfleksikan.
“Oleh karena itu apa yang diutarakan seharusnya dapat dinilai dan disadari dalam proses pengapresiasian karya seni. Hal ini signifikan dengan pernyataan Sartre yaitu “manusia seolah terhukum oleh kebebasan yang membuatnya terus menerus berbuat”,” ujar Riski yang diamini Nimas. (Heru Saputro)