Jawa TengahSemarang

Pameran Tunggal “Life’s A Wave”

Semarang – Ratna Sawitri kembali menggelar pameran lukisan Kiprah, wanita pelukis kelahiran Surabaya 14 Februari 1973 ini di dunia seni rupa tak diragukan lagi. Nana sapaan akrab wanita pelukis ini sudah puluhan kali pameran lukisan bersama baik di dalam maupun di luar negeri diikutinya.

Tetapi kali ini Ratna Sawitri bakal menaja pameran tunggal lukisan cat air bertajuk : “Life’s A Wave” akan digelar di TAN Artspace, Jalan Papandayan 11, Semarang, dari 10 – 17 Maret 2023.

Dalam helat pameran yang akan dibuka General Manager Wholesale Service Telkom Regional IV Jawa Tengah – DIY Erna Wiyati ST, MM, ini, Jumat (10/3/2023) Pukul 18.30 WIB ini Nana akan menaja 17 karya terbarunya berukuran besar dan kecil.

Wanita pelukis otodidak mengawali debutnya sebagai pada gelaran pameran Lingkar Rupa pada 10 Februari tahun 2016 yang berlangsung di Jalan Merak, Kota Lama Semarang. Pendiri komunitas Henna ini kemudian menggeluti dunia sketsa kemudian juga merambah lukis cat air hingga kini.

Akumni SMA 3 Semarang ini tak hanya melukis melulu tetapi aktif berkiprah dioraganisasi dunia seni rupa tak hanya kelas regional tetapi nasional. Nana antara lain ; tercacat sebagai Ketua Semarang Sketchwalk (SSW) dari 2017 – hingga kini, dan Sekretaris Jendral KOLCAI (Komunitas Lukis Cat Air Indonesia), 2017 – 2021.

Alumni Fakultas teknik Elektro UKSW Salatiga ini mengatakan, pameran tunggal ini sebagai perwujudan tanggungjawabnya sebagai seniman. Menurut Nana sebagai seniman atau pekarya dalam hal ini dunia seni lukis yang digelutinya pameran merupakan muara akhirnya. “Harapannya masyarakat bisa menikmati dan mengapresiasi karya-karya lukisan yang digelar dalam pameran “Life’s A Wave” ini,” sambungnya.

Nana menambahkan pameran ini juga didedikasikan dan dipersembahkan untuk almarhum suaminya Dian Prasetyanto Hendriawan yang telah berpulang 5 Maret 2010 silam.

Harry Suryo. Pelukis yang juga sahabatnya dalam pengantarnya mengatakan , Nana sebagai seniman otodidak berhasil membukukan karya-karya yang penuh kelembutan dengan paduan warna-warna yang memikat.

Menurut Harry pameran tunggalnya yang bertajuk “Life’s A Wave” Ini, kiranya sudah cukup mewakili rasa dan emosionalnya yang dibalut dengan sisi feminismenya, meskipun sesekali nampak ketegasan dalam visualisasinya. . Betapa jiwa dan daya juangnya yang seakan tanpa surut memapah dia dalam berproses menjadi seorang perupa cat air.

“Proses berkaryanya memang signifikan dengan pencapaian kualitas karya-karyanya sekarang ini. Dia mulai berani secara konseptual memindahkan perasaan dan obyek imajiner ke kanvas dan kertas,” ujar pelukis yang juga mengakrabi lukisan cat air.

Sementara itu, jurnalis Heti Palestina Yunani dalam catatannya mengatakan, Nana Sawitri menyadari seolah hidup itu. Bagai ombak. Maka Nana , sejak dia serius melukis pada 2015 pada bulan ketiga 2023 menggelar pameran tunggal bertajuk “Live’s A Wave”.

“Ya, hidup adalah ombak. Semua karyanya kali ini dipersembahkan dengan watercolor. Media yang identik dengan unsur air. Karena dari sekian media, Nana merasa menemukan tantangan yang menarik dalam watercolor. Diakuinya, media itu sangat menantang untuk membuat gulungan gelombang air yang indah di atas kertas. Sebagaimana ombak yang menjadi indikasi yang terlihat bahwa energi sedang bergerak di laut, watercolor adalah media yang membutuhkan respons dan reaksi cepat,” beber Hesti

Dalam beberapa karya, lanjut jurnalis ini, Nana membuat energy dalam ombak ini menenangkan dan menyejukkan. Tapi di lain waktu energy ini membangkitkan kekuatan yang luar biasa dan tak dapat diprediksi

Dengan pameran tunggalnya “Live’s A Wave” ini Nana mengingatkan dirinya sendiri bahwa lebih penting untuknya untuk lebih mengatasi dan mewaspadai persoalan persoalan di dalam dirinya sendiri. Jauh lebih ke dalam. Tak cukup berdaya untuk memahami lautan dengan gejolaknya. Pada laut itu, tentangnya ibarat Cuma setetes air yang tidak diketahui lebih besar dari itu seluruh lautan yang tak terkira.

“Biarlah kita hanya gelombang-gelombang kecil itu selagi lautan menghendaki bergulung-gulung. Menjadi riak dan buih. Kadang menatap karang dan meredam di tepi pantai. Tak berhenti. Andai mengibaratkan diri; jika Tuhan laut, kitalah ombaknya,” ujar Heti dalam tulisannya. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *