Pentingnya Publikasi Jurnal Ilmiah Bagi Akademisi
Onlinekoe.com, Surabaya – Perlunya sikap aktif dalam mengirim publikasi jurnal ilmiah haruslah dimiliki semua akademisi perguruan tinggi. Memperhatikan rujukan dalam jurnal ilmiah menjadi penting untuk menghindari adanya plagiarisme dalam penyusunan. Hal itu dijelaskan lengkap oleh Prof Ir Mochamad Ashari MEng PhD pada acara Springer Nature Training, Rabu (13/2).
Springer Nature Training merupakan kegiatan seminar kepenulisan yang diadakan oleh UPT Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Seminar ini menjadi salah satu upaya perpustakaan ITS untuk memberikan manfaat secara langsung khususnya dalam meningkatkan publikasi jurnal ilmiah ITS. Seminar yang mayoritas dihadiri oleh mahasiswa S3 dari berbagai departemen di ITS ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih mengenai pentingnya publikasi khususnya untuk program doktor perguruan tinggi.
Sebagai pemateri, rektor terpilih ITS periode 2019-2024 ini menjelaskan bahwa menjadi seorang peneliti yang aktif haruslah produktif dalam menghasilkan publikasi jurnal ilmiah. Publikasi menjadi bukti utama orisinalitas penelitian yang dilakukan serta dapat menjadi modal rekam jejak peneliti sebagai akademisi. “Lebih luas lagi adalah peneliti dapat membangun jejaring internasional melalui publikasinya tersebut,” jelasnya.
Jejaring internasional yang dapat terbangun bisa terjadi apabila jurnal ilmiah banyak dijadikan sumber referensi dan juga dikutip dalam jurnal ilmiah peneliti lain. Bahkan semakin banyak jurnal ilmiah tersebut dikutip oleh peneliti lain, akan semakin tinggi juga reputasi peneliti sebagai akademisi. “Hal itu menjadi penting terutama untuk meningkatkan reputasi peneliti yang berprofesi sebagai dosen,” ungkap pria yang pernah menjabat sebagai sekretaris senat ITS pada 2011 ini.
Keaktifan peneliti dalam melakukan publikasi jurnal ilmiah dapat diukur dalam indeks H. Indeks H sendiri merupakan sebuah tolok ukur bagi seorang peneliti dalam mengembangkan hasil karya keilmuannya. Penentuan indeks H didasarkan pada jumlah publikasi yang terindeks dan yang menyitasi atau merujuknya. Misalnya seorang peneliti memiliki indeks H dengan skor 10, artinya terdapat sepuluh artikel yang dikutip oleh minimal sepuluh artikel lain.
Menurut Ashari, sapaannya, semakin tinggi indeks H dari seorang peneliti maka semakin tinggi pula reputasi peneliti tersebut. Namun, terkadang indeks H yang dapat dilihat melalui google scholar tersebut sering tidak valid mengingat masih banyaknya kasus pengutipan oleh karya sendiri (self-citation). “Self citation itu juga baik, namun jika terlampau banyak juga akan mematikan karya sendiri,” tambahnya.
Pria yang akan dilantik sebagai Rektor ITS pada April 2019 ini pun juga tidak lupa mengingatkan akan bahayanya plagiarisme. Plagiarisme atau penjiplakan pada sebuah karya dalam penelitian biasanya disebabkan karena peneliti tidak mengecek terlebih dahulu kutipan atau isi penelitiannya apakah sudah menjadi hasil penelitian orang lain atau belum. “Biasakan mengecek terlebih dahulu publikasi sebelum dikumpulkan sebab plagiarisme akan sangat mematikan untuk kepangkatan,” imbuhnya. (Christian Saputro)