Ekonomi dan Bisnis

Quo Vadis UMKM Indonesia; Kenapa Tidak Bisa Naik Kelas ?

Malang – Hujan yang turun di Kota Malang pada hari Natal 25 Desember 2023 membuat udara terasa dingin. Untuk menghangatkan diri, saya memutuskan untuk makan nasi goreng. Nasi goreng gerobak di dekat Pom Bensin Tlogomas menjadi pilihan saya.

Sambil menunggu nasi goreng dibuatkan, saya berbincang dengan penjualnya, Pak Jayus. Pak Jayus, berusia lima puluh enam tahun, sudah enam tahun lebih berjualan nasi goreng.

Selain nasi goreng, ia juga menyajikan mie goreng dan mie godog. Harganya cukup bersahabat, Rp12.000 per porsi, bila ditambah telur dadar menjadi Rp15.000.

Pak Jayus biasa memulai jualan setelah sholat Isya hingga dagangannya habis, atau maksimal pukul 13.00. Bila hari sedang baik, ia bisa menjual dagangannya 40 hingga 50 porsi, tapi kalau lagi sepi, rata-rata hanya 10 porsi semalam.

Bahkan, pernah hanya 3 porsi, atau bahkan tidak laku sama sekali.
“Namanya juga usaha mas, dilakoni wae,” kata Pak Jayus sambil tertawa. “Kalau laku alhamdulillah, tidak ya, bagaimana lagi?”

Sehari sebelumnya, saya makan di warung kaki lima yang menyajikan menu bebek goreng, ayam goreng, lele, dan tahu tempe goreng. Warungnya kecil tepat di depan pertokoan Dinoyo depan MAN 1 Malang. Warung ini menjadi salah satu favorit saya, karena selain makanan yang disajikan cukup enak, harganya juga sangat murah.
Seperempat bebek goreng hanya Rp18.000,-. Bila ditambah nasi Rp3.000, jadi dengan modal Rp21.000, kita dijamin sangat kenyang. Pantesan warung ini selalu ramai.

Menurut Rusdi, penjual sekaligus pemilik warung, mereka rata-rata bisa menjual lima sampai enam ekor bebek tiap hari. Kalau lagi ramai bisa sampai sepuluh ekor.
Sambil makan, saya pernah bertanya pada Rusdi, mengapa tidak jualan di tempat yang tetap saja. Ia menjawab, “Modalnya besar pak, butuh sewa tempat dan berbagai peralatan perlengkapan lain. Pinjam bank bunganya besar, takut gak bisa mengembalikan. Karena namanya juga jualan, bisa ramai tapi kadang bisa sangat sepi.”

Sama seperti Pak Jayus, Rusdi juga mengaku tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah, baik berupa tawaran KUR (Kredit Usaha Rakyat) maupun pendampingan lain untuk UMKM.

Bahkan, mereka balik bertanya dengan pertanyaan yang hampir sama, “Apa pemerintah tahu kami jualan?”

Pemerintah memang telah memberikan berbagai program bantuan dan pendampingan untuk UMKM, termasuk warung kaki lima. Namun, sepertinya program-program tersebut belum sepenuhnya menyentuh warung-warung kaki lima di Malang.

Padahal, warung kaki lima memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat. Selain menyediakan lapangan kerja, warung kaki lima juga menjadi salah satu penopang perekonomian daerah.

Data Base UMKM

Menjawab rasa penasaran Pak Jayus dan Rusdi saya menghubungi Ketua Umum Komite Pengusaha Kecil Menengah dan Mikro Indonesia Bersatu (KOPITU) Yoyok Pitoyo. Kepadanya saya mengajukan pertanyaan yang sama “Apa pemerintah tahu Pak Jayus dan Rusdi jualan?”.

Dari ujung telpon Yoyok menjawab Mestinya pemerintah mengetahui aktivitas usaha warganya, termasuk dua orang pelaku UMKM Pak Jayus dan Rusdi, sayangnya pemerintah kemungkinan tidak mengetahui Pak Jayus dan Rusdi jualan karena pemerintah belum memiliki Data Base UMKM yang terintegrasi. Data Base UMKM yang terintegrasi akan mempermudah pemerintah untuk mengetahui dan mendata para pelaku UMKM, termasuk Pak Jayus dan Rusdi.

Dengan data yang lengkap dan akurat, pemerintah dapat memberikan bantuan dan pendampingan yang tepat sasaran kepada para pelaku UMKM.

Ketiadaan Data Base UMKM mengakibatkan setiap Kementerian dan Lembaga berjalan sendiri-sendiri sehingga seringkali kebijakan tidak sampai pada sasaran yang membutuhkan.

Data Base UMKM yang terintegrasi akan mempermudah setiap Kementerian dan Lembaga untuk mengakses data para pelaku UMKM. Dengan data yang lengkap dan akurat, setiap Kementerian dan Lembaga dapat menyusun kebijakan yang tepat sasaran untuk membantu para pelaku UMKM.

Saat ini, setiap Kementerian dan Lembaga memiliki data UMKM sendiri-sendiri. Hal ini menyebabkan data yang dimiliki oleh setiap Kementerian dan Lembaga tidak lengkap dan tidak akurat. Akibatnya, kebijakan yang disusun oleh setiap Kementerian dan Lembaga seringkali tidak tepat sasaran.
Kebijakan yang tidak tepat sasaran akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. Misalnya, kebijakan bantuan permodalan untuk UMKM seringkali tidak tepat sasaran karena data UMKM yang dimiliki oleh pemerintah tidak lengkap dan tidak akurat. Akibatnya, bantuan permodalan tidak sampai pada pelaku UMKM yang membutuhkan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera membangun Data Base UMKM yang terintegrasi. Dengan adanya Data Base UMKM yang terintegrasi, setiap Kementerian dan Lembaga dapat mengakses data yang lengkap dan akurat tentang para pelaku UMKM. Dengan demikian, setiap Kementerian dan Lembaga dapat menyusun kebijakan yang tepat sasaran untuk membantu para pelaku UMKM.
Oleh karena itu, pembangunan Data Base UMKM yang terintegrasi merupakan program yang sangat penting untuk dilaksanakan pada tahun 2024. Dengan adanya Data Base UMKM yang terintegrasi, pemerintah dapat memberikan bantuan dan pendampingan yang tepat sasaran kepada para pelaku UMKM termasuk kepada pak Jayus dan Rusdi. Hal ini akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan UMKM, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *