Sosok Ki Jose Amadeus Sang Kreator Gagrak Wayang Kronik
Semarang – Dalam dunia wayang kreativitas memadukan seni atau akulturasi, seperti Jawa dan Tiongkok biasanya disebut gagrak. Gagrak adalah model bentuk wayang sebagai hasil dari upaya mengotak-atik dan mempelajari wayang dari berbagai gaya.
Maka dari tangan Ki Jose Amadeus lahirlah gagrak baru Wayang Kronik, akulturasi seni Jawa dengan Tiongkok. Pemuda kelahiran Semarang 21 Nopember 1998 ini betul-betul “jatuh cinta” pada wayang. Lulusan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) jurusan Pertanian Salatiga ini tak tanggung-tanggung dalam mengakrabi jagat perwayangan.
Usianya memang masih muda, namun Foe Jose Amadeus Krisna ini tak hanya bisa mendalang. Jose mengisahkan, sejak Imlek 2017 lalu, dirinya punya obesesi untuk membuat Wayang Kronik alias Wayang Multikultural. Sejak saat itu, Jose terus bergelut mematangkan konsep dan bentuk wayangnya agar bisa lebih sempurna.
Wayang Kronik adalah bentuk dari akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa. Bentuknya mengambil Wayang Purwa Jawa, tetapi diberi ornamen-ornamen khas Tiongkok dan tidak meninggalkan tatanan serta komposisi Wayang Jawa.
Hingga saat ini sudah ada beberapa tokoh wayang yang dihasilkannya antara lain, yakni Dewi Kwan Im Tangan Seribu dan Sung Go Kong Wanda Prabu.
“Dengan Candra Sengkala, Eka Pancasila Wiwaraning Panyawiji. Wayang Kronik ini dapat menjadi wayang multikultural sekaligus alat pemersatu bangsa. Candra sengkala ini juga sekaligus sebagai tetenger kalau tahun ini merupakan tahun Jawa 1951,” ujar Jose Amdeus, yang lselama ini trampil mendalang Wayang Kulit juga.
Dalam konsep Wayang Kronik, untuk musiknya berupa gamelan Jawa bernada slendro yang dikolaborasikan dengan musik tradisional Tiongkok yang biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang Potehi.
Dalam pertunjukannya, menggunakan peralatan budaya Tiongkok, seperti gawangan yang dipakai dalam Wayang Potehi hanya dalam ukuran yang lebih besar dan menggunakan kelir.
Jose Amadeus berharap, dengan dukungan berbagai pihak, dirinya punya obsesi bisa mementaskan Wayang Kronik .Ternyata impinnya terwujud tahun ini panitia Fetival Qi Xi , Pantjoran, Pantai Indah Kapuk, Jakarta, mengundangnya.
Sesuai dengan impiannya ternyata Jose berkesmpatan pentas di depan altar Dewi Kwan Im Sang Dewi bertangan seribu yang menginpirasinya menciptakan wayang kronik.
Dalang muda yang banyak membukukan prestasi mengusung kisah “Sugata Puetrpuja” yang lakonnya mengisahkan terkait dengan Qi Xi dan bulan 7 Imlek, yang dipercaya sebagai bulan arwah serta memuat piwulang (ajaran) yang terpahat di Candi Borobudur.
“Saya merasa bersyukur wayang Kronik akhirnya bisa pentas. Meskipun belum sempurna. Ini proyek besar, karena banyak tokoh yang harus digarapnya dan membutuhkan biaya besar. Terus terang saya butuh sponsor untuk mewujudkan gagasan saya ini,” ujar Jose, yang diamini papanya Tirtoaji yang selalu mensuppurt kiprah anaknya.
Terkini Ki Jose sedang menyiapkan untuk mendaftarkan karyanya Wayang Kronik ke Dirjen HAKI untuk memperoleh Hak Cipta. Sudah beberapa tokoh sudah diciptakan dan diejawantahkan dalam sosok wayang.
(Heru Saputro)