Jawa TengahMEDIA CREATIVESemarang

Kolektif Hysteria Gelar Lokakarya Kuratorial dan Pameran

Semarang – Kolektif Hysteria dari Kota Semarang, kembali tawarkan gagasan lain terkait kesenian. Yakni membedah karya seni rupa menjadi wahana untuk saling bertoleransi.

Program Untuk Perhatian #6 yang merupakan rangkaian peringatan 20 tahun Kolektif Hysteria dan Event Strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI ini Lokakarya ditaja (28/02/24), Presentasi dan Pameran (02/03/24) di Grobak Art Kos|Hysteria, Jl. Stonen No.29, Bendan Ngisor, Kec. Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Pujo Nugroho yang menggawangi program Untuk Perhatian #6 ini mengusung tema “Benda dan Koleksi Pribadi sebagai Objek Kuratorial”, tak sekadar menjadi media belajar tentang kuratorial.

Akan tetapi, juga menjadi ruang toleransi.Kolektif Hysteria menautkan konteks benda-benda pribadi menjadi sebuah pembacaan seni rupa yang khas.

“Program ini dibagi menjadi dua bentuk, yakni lokakarya dan presentasi atau pameran inimemfokuskan para peserta untuk merajut wacana koleksi pribadi mereka dengan konteks isu kekinian, ” beber Pupung panggilan karib Pujo Nugroho.

Sehingga lanjut Pupung, terlihat jelas dari masing-masing orang memiliki latar belakang yang berbeda sebagai dasar kekhasan dari karya yang mereka bawa.

“Benda koleksi pribadi dipilih karena dekat dengan kita dan banyak dari peserta yang belum pernah mengikuti workshop kuratorial, takutnya memakan waktu dan teman-teman menjadi bingung,” imbuh Pupung.

“Harapannya yang utama kita berusaha menawarkan aktivitas seni lainnya yang berkaitan dengan seni rupa kontemporer dan terlibat dalam pengolahan wacana, menulis narasi atau membuat aktivitas yang relevan. Memang kita harus mengakui ketidaksamaan antara kita semua, itu yang kemudian harus disadari dan dicari solusinya,” lanjutnya.

Berangkat dari hal tersebut, Pupung yakin bahwa seperti halnya kerja-kerja kuratorial pada umumnya, perspektif seorang kurator diharapkan lebih mudah tumbuh, dalam kaitannya dengan realita sosial saat ini.

“Mengaitkan benda tersebut dalam isu yang relate dengan publik. Intinya lebih fokus bagaimana mengelola wacana isu dari benda tersebut,” jelas Pupung.

Lebih lanjut, Pupung, menjelaskan jika benda-benda koleksi pribadi yang dipilih, dibedah di dalam lokakarya untuk melihat sejauh mana objek tersebut memiliki nilai yang penting bagi para pemiliknya.

“Benda tersebut dipetakan dan membedah sejauh mana benda tersebut memiliki value, paling tidak untuk personal mereka,” ujar Pupung.
Setelah pemetaan itu, para peserta dipersilakan mengolah benda koleksi pribadi mereka ke dalam pameran, sekaligus mempresentasikannya kepada para pengunjung.

Pupung Project Manager Untuk Perhatian #6, Pupung mengaku tak menyangka jika para peserta kemudian mempresentasikan karya dan pembacaan mereka di luar ekspektasinya.

“Tapi setelah melihat hasilnya, ada yang dibikin pake clay, ada yang dicetak dengan media kain, dan ada yang diinstalasi menggunakan meja. Semuanya melebihi ekspetasi saya dan mengejutkan,” tandasnya.

Pupung mengatakan, ketika tidak sama tak menjadi persoalan, tetapi harus ada kesadaran untuk mencari poin tertentu yang sefrekuensi dan menyamakan visi untuk memuluskan kegiatan itu.

“Harapannya kita dapat menemukan cara untuk mengakomodir adanya pertukaran pengetahuan,” pungkas Pupung. (Heru Saputro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *