Pameran Dealova Kolaborasi Tiga Perupa Perempuan di TAN Artspace
Semarang – Tiga perupa perempuan Dina Budijanto, Hani Santana dan Inanike Agusta berkolaborasi menggelar pameran lukisan bersama. Helat pameran bertajuk “Dealova” akan digelar di TAN Artspace, Jalan Papandayan 11, Semarang, dari 5 – 16 Februari 2023.
Menurut rencana pameran lukisan “Dealova “ ini akan dibuka oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Tengah Harry Nuryanto Soediro, Minggu (02/02/2023).
Owner TAN Artspace Dony Hendro Wibowo menyambut baik pameran tiga perupa perempuan Dealova ini. Dony berharap Dina Budijanto, Hani Santana dan Inanike Agusta dalam pameran ini akan menghadirkan komposisi-komposi warna yang indah pada kanvasnya dengan karakter masing-masing perupanya.
“Semoga karya-karya yang ditampilkan menginpirasi dan para apresian TAN Artspace mendapat pengalaman estetis dari pameran yang disaksikannya. Muara harapannya tentu mengoleksi karya-karyanya,” ujar Dony antusias.
Ketua Semarang Sketchwalk Ratna Sawitri menyambut baik kerjasama dengan tiga perupa perempuan Hani Santana, Dina Budijanto, Inanike Agusta.
“Hani Santana selaku inisiator helat ini bersama Dina Budijanto, Inanike Agusta menggandeng Semarang Sketchwalk dan TAN Artspace menggelar pameran bersama “Dealova” ini. Harapannya dengan kehadiran pameran Dealova ini bisa makin memarakkan dan memantik semangat perupa Semarang khususnya untuk terus menjaga nyala kreatifitas dan terus berkarya,” ujar Ratna Sawitri.
Seniman Akademis dan Otodidak
Sementara Dedy Sufriadi dalam pengantarnya mengawali tulisan pameran tiga pelukis perempuan Hani, Inanike dan Dina dengan sebuah pertanyaan mendasar tentang “seberapa penting pendidikan formal seni dalam menunjang kreatifitas dan karir seorang seniman?”,
Dedy setelah membabar sejarah pendidikan formal akademi seni di Indonesia dan pengaruhnya dalam perkembangan seni rupa Indonesia beserta tokoh-tokoh seniman yang akademik maupun yang otodidak.
Kemudian Dedy menjawab pertanyaan apakah akademi itu menjadi syarat untuk menjadi seniman, jawaban nya “tidak mutlak”. Karena persoalan menjadi seorang seniman itu bukan hanya persoalan teknis.
Menurut Dedy ada banyak cara dan varian yang bisa ditempuh, hal-hal non teknis jauh lebih rumit untuk dipelajari, tetapi kalau ada kemungkinkan untuk menempuh jalur akademi, itu jauh lebih baik, iklim yang kondusif akan melahirkan seniman yang kuat.
“Tulisan ini sama sekali tidak akan membahas tentang karya yang dipamerkan, hala-man menulis yang terbatas tidak akan cukup membahas persoalan estetika karya panjang lebar, walaupun ketiganya sama-sama pelukis ekspresionis, akan lebih menarik kalau kita bergibah tentang proses hijrah mereka menjadi seniman,” ujar Dedy yang mengaku teman curhat emak emak ini
Menurut Dedy penilaiannya tidak berlebihan kalau ada hal anomaly di pameran Dealova , Hani Santana, Dina Budijanto, Inanike Agusta di TAN Artspace ini. Pasalnya, ketiga seniman perempuan ini bukan seniman yang berasal dari akademi seni tapi nekat menjadi seniman.
Hani Santana ibu rumah tangga yang juga pemusik, Inanike Agusta yang berprofesi cabin crew dan Dina Budiyanto ibu rumah tangga yang juga bekerja juga seorang make up artis nekat menggeluti dunia seni lukis.
“Mereka dipertemukan pada pameran Art Jakarta 2022, kemudian memutuskan untuk membuat pameran bersama Dealova. Benang merah apa bisa kita tarik dari kenekatan “emak-emak gemes” ini memutuskan berbelok arah menjadi seorang seniman? ,” ujar Dedy.
Mereka tidak ditautkan oleh kesamaan konsep dan gaya lukisan, tidak dipertemukan oleh estetika yang selaras, atau bertemu disatu majelis arisan. Alam menyatukan mereka karena frekuensi kenekatan yang seimbang, seiring kedewasan usia, keputusan hijrah ini pasti sudah dipertimbangkan plus dan minusnya. satu sisi harus berperan menjadi bu rumah tangga yang baik dan menjadi seniman sekaligus, bahkan Dina masih aktif sebagai Make-up artist dan Inanike masih aktif menjani profesi lain sebagai cabin crew.
Dedy menegaskan untuk menjadi seniman dibutuhkan komitmen, proses yang sangat panjang. Melukis hanya akan di hadapkan persoalan teknis (warna, garis, komposisi), menjadi Seniman akan di hadapkan dengan persoalan yang sangat kompleks dan menyita banyak energi.
“Modal finansial dan privilege tak terbatas tidak serta merta bisa mencetak seniman yang mumpuni. Ketekunan, komitmen, mau belajar dan terbuka dengan kritik salah satu modal yang sangat fundamental. Bisa melukis dengan baik tidak menjamin melahirkan seniman yang bagus, melukis hanya persoalan kulit, menjadi seniman itu isinya,” ujar Dedy mengingatkan.
Lalu bagaimana dengan nasib tiga perempuan yang mengusung pameran bersama “Dealova” ini. Apakah mereka akan konsiten melukis dan berkiprah di jagad seni rupa. Lihat beberapa tahun ke depan. Mreka eksis jadi seniman atau hilang terlipat waktu. Kita tunggu ! Kini saksikan dulu “Dealova” yang merindu.(Heru Saputro)