Adolof, Iin, Fajar Mesaz Bacakan Puisi-Puisi Widji Thukul
Onlinekoe.com – PERINGATAN Jika rakyat pergi Ketika penguasa pidato Kita harus hati-hati Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
(Wiji Thukul, 1986)
SAJAK SUARA
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu : pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang merayakan hartamu
ia ingin bicara
mengapa kaukokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ia yang mengajari aku untuk bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun–tirani harus tumbang!
Ketiga puisi karya Widji Thukul itu dibacakan Adolof Ayatullah Indrajaya, Fajar Mesaz, dan Iin Muthmainah, sebelum penayangan film “Istirahatlah Kata-Kata” di Lamban Sastra, Kamis (26/9) malam.
Iin Muthnainah, juara baca puisi semasa muda masih tetap energik saat membacakan puisi “Sajak Suara” karya Widji Tukhul dan “Catetan 1946” (Chairil Anwar).
Film “Istirahatlah Kata-Kata” mengisahkan saat persembunyian aktivis 98 karena diburu rezim Orde Baru.
Widji Thukul adalah penyair cum aktivus 98. Nonton Bareng ini atas kerja sama Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS dengan Klub Nonton.
Nada dari Klub Nonton bertindak sebagai pengantar Pekan Puisi 2019. Hadir para pegiat sineas Lampung, seperti Dede Safara, Wisnu, Attur, dan lain-lain.