TANJUNGPINANG – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) Irene Putrie menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada penghukuman pelaku semata, melainkan juga harus berorientasi pada pemulihan kerugian negara (asset recovery). Hal itu disampaikannya dalam program Dialog Tanjungpinang Pagi di RRI Pro 1 Tanjungpinang, Selasa (7/10/2025).
Dialog yang mengangkat tema “Strategi Optimalisasi Asset Recovery Kejaksaan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi” ini juga menghadirkan Direktur PAHAM KEPRI (Pusat Advokasi Hukum & HAM Kepulauan Riau), Mohammad Indra Kelana, dengan Febriansyah sebagai host acara.
Dalam paparannya, Wakajati Kepri Irene Putrie menjelaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang dampaknya meluas hingga ke seluruh sendi kehidupan masyarakat dan negara.
> “Korupsi bukan hanya soal orang yang melakukan kejahatan, tetapi juga soal bagaimana memulihkan uang dan kekayaan negara yang dirampok. Itulah esensi dari asset recovery,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa upaya pemulihan aset merupakan amanah internasional melalui Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) dan juga diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurutnya, model penegakan hukum tidak cukup hanya dengan menghukum pelaku, tetapi juga harus mengembalikan kekayaan negara yang telah dirugikan.
Lebih jauh, Irene menekankan bahwa konsep asset recovery tidak hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi, melainkan juga mencakup kerugian negara akibat kejahatan di sektor lain, seperti illegal fishing, tambang ilegal, hingga pelanggaran sumber daya alam laut dan darat.
> “Jadi sebenarnya pemulihan aset itu lebih luas, tidak melulu soal korupsi. Semua tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara harus diupayakan pemulihannya,” jelasnya.
Dalam konteks kelembagaan, Wakajati Kepri juga menguraikan bahwa Kejaksaan telah membentuk Badan Pemulihan Aset (BPA) di tingkat pusat, serta Asisten Pemulihan Aset di seluruh Kejaksaan Tinggi di Indonesia. Bahkan, pada tingkat Kejaksaan Negeri telah tersedia Kepala Seksi Pemulihan Aset, yang bertugas menangani pemeliharaan barang bukti dan pelaksanaan eksekusi pemulihan.
> “Secara struktur dan substansi, kejaksaan sudah siap. Kini yang terus kita kembangkan adalah budaya kerja—bahwa jaksa tidak hanya menuntut hukuman berat, tapi juga menuntut pengembalian kerugian negara sebesar-besarnya,” ujar Irene.
Ia juga mengungkapkan bahwa hingga September 2025, capaian pemulihan kerugian negara oleh Kejati Kepri telah melampaui 100 persen dari target yang ditetapkan.
> “Kalau secara internasional, pemulihan 40 persen dari nilai kerugian sudah dianggap prestasi. Tapi di Indonesia, targetnya 80 persen, dan Kejati Kepri bahkan sudah melampaui itu,” ungkapnya.
Selain itu, Irene menjelaskan proses teknis penyitaan aset sebagai bagian penting dalam strategi asset recovery. Penyitaan dapat dilakukan baik terhadap alat kejahatan maupun terhadap harta hasil kejahatan yang disamarkan atas nama pihak lain.
> “Kami bekerja sama dengan PPATK dan lembaga keuangan untuk melacak transaksi mencurigakan, membekukan rekening, serta menyita aset yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi,” terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa dalam hukum Indonesia, mekanisme subsidiaritas masih berlaku bagi pelaku korupsi yang tidak mampu mengganti kerugian negara sepenuhnya.
> “Jika pelaku hanya mampu mengembalikan sebagian dari nilai kerugian, maka sisanya dikonversi menjadi pidana penjara tambahan. Ini masih berlaku di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur PAHAM KEPRI Mohammad Indra Kelana menyoroti pentingnya penguatan regulasi nasional untuk mendukung efektivitas pemulihan aset.
> “Kita sedang menunggu pengesahan RUU Perampasan Aset, yang memungkinkan kejaksaan melakukan penyitaan dan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Ini langkah maju dalam memperkuat sistem hukum kita,” ujarnya.
Dialog interaktif yang disiarkan langsung oleh RRI Pro 1 Tanjungpinang itu mendapat respon positif dan antusiasme tinggi dari masyarakat Kepri. Banyak pendengar yang mengajukan pertanyaan melalui sambungan telepon dan seluruhnya dijawab secara lugas oleh narasumber sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kegiatan ini menjadi refleksi nyata bahwa pemberantasan korupsi bukan sekadar menindak pelaku, tetapi juga memastikan setiap rupiah uang negara dapat kembali untuk kepentingan rakyat.
Jurnalis: Anwar







