Lebih Dekat Dengan Ketua Pendekar Banten Pesawaran
Onlinekoe.com | Mendengar istilah atau bahasa Pendekar selalu identik dengan mereka yang gagah berani dan gemar berkelahi. Disamping itu juga, Pendekar tidak bisa dipisahkan dengan ilmu bela diri Pencak Silat dan Ilmu Kebatinan.
Namun hal itu dibantah oleh Suhardi Malik, SE. Ketua Pendekar Banten Korda 2 Kabupaten Pesawaran – Provinsi Lampung ini.
Dia l membeberkan keberadaan pendekar dan perbedaan pesilat. Menurut Suhardi Malik, cikal bakal Pendekar adalah ‘pengawal’ atau ‘pelindung’ para ulama dan kiayi pada masa penjajahan Belanda dan pada masa revolusi.
Menurutnya, setiap ulama atau kiayai selalu dikawal dan dilindungi oleh para pendekar.
Hal itu berlaku wajib di tanah Banten (Jawa Barat sebelum berdiri jadi Provinsi) pada masa itu.
“Jadi Pendekar adalah pengawal dan pelindung Ulama dan Kiayi. Karena pada masa perjuangan melawan Belanda ulama kita (ditanah Banten) selalu jadi incaran penjajah. Selain itu juga ulama dan kiayi adalah penyebar dan dakwah (siar) agama Islam. Dengan begitu pendekar terpanggil untuk mengawal wali Allah tersebut,” ujar Suhardi Malik, saat bercerita mengenai asal usul pendekar.
Pria ramah namun tegas yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Baru – Tanjung Gading Bandar Lampung ini yang kesehariannya disapa dengan panggilan Aa Kaval itu meneruskan kisahnya, bahwa dalam pengawalan dan perlindungan terhadap ulama ini, pendekar harus dibekali dengan ilmu bela diri pencak silat dan ilmu kebatinan yang mumpuni.
Hal itu disebabkan tidak jarang ulama dalam melakukan perlawanan dengan penjajah selalu berhadapan dengan hal-hal yang membahayakan.
“Disitulah pendekar beraksi dan melindungi ulama. Kadang-kadang musuh menggunakan senjata api dan senjata tajam, jiwa dan raga ulama tentunya terancam. Dengan bekal ilmu bela diri dan ilmu kebatinan, akhirnya musuh dapat dikalahkan. Tapi, kita tidak boleh menghilangkan nyawa musuh apabila tidak terpaksa. Cukup dilumpuhkan saja,” ungkap Aa Kaval.
Ketika disinggung sejak kapan dia belajar ilmu bela diri pencak silat serta ilmu kebatinan, dengan perlahan dan rendah diri Aa Kaval bercerita kisah pembekalan mempelajari ilmu beladirinya.
Pada usia 10 tahun, dia berguru pada perguruan Gagak Lumayung yang beraliran Cimande.
Kemudian beranjak di usia remaja dirinya mondok ke Pandegelang – Banten tepatnya di Kampung Cigagak Gunung Karang. Disana dia mengasah silat Trumbu campuran Bandrong.
“Saya pun memperhalus dengan ilmu keagamaan di Desa Cimanying – Kecamatan Menes – Rangkas Bitung – Banten. Tidak berhenti hingga sampai disitu, guna menambah jurus dan mengisi batin agar tidak tergoda nafsu dunia dan menambah jurus silat, saya mempertajam ilmu kebatinan di Gunung Santri Bojonegara – Cilegon dan diimbangi dengan belajar di kampung Kali Ciruas – Serang – Banten. Akhirnya saya kembali lagi ke Lampung berkumpul bersama keluarga,” tuturnya.
Aa Kaval melanjutkan kisah petualangan belajar Ilmu Beladiri Silat dan Ilmu kebatinan semata-mata untuk melestarikan seni budaya Banten sebagai warisan leluhur dan ingin mengabdi sebagai pembela kaum lemah.
“Ayahanda saya (Abah Muslic) adalah seorang Pendekar Sejati asli Banten. Dia berpesan kepada anak-anaknya agar selalu menjahui perbuatan tercela. Kita harus ‘Amar Ma’ruf Nahi Munkar’ – Mentaati Perintah Allah dan Menjahui LaranganNya. Petuah dan wasiat itu yang dengan teguh saya pegang sebagai ‘Prinsip Hidup’,” kata Aa Kaval lagi.
Sebelum menutup perbincangan, Aa Kaval berpesan kepada generasi muda yang masih mempunyai harapan dan cita-cita luhur sedini mungkin harus dan wajib belajar, berbakti kepada orang tua, agama dan negara.
“Sejak saya bergabung di Pendekar Banten dari era-90 hingga kini saya selalu melestarikan seni budaya yang diwariskan oleh leluhur kita. Jangan sesekali memecah belah kerukunan agama, suku atau yang lainnya. Mari rangkul semua orang sebagai saudaramu. Karena SILAT yang terbaik itu adalah SILATURAHMI,” papar Aa Kaval mengakhiri perbincangan.
(ONE’)