Dari Lampung untuk Papua: Pace Mace, Kita Satu Indonesia

Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Iriana Jokowi, dan anak-anak berbaju adat pada peletakan kapsul waktu ke dalam cangkang saat peresmian Monumen Kapsul Waktu di Merauke.

Onlinekoe.com, BANDARLAMPUNG – Elemen masyarakat sipil Lampung turut angkat bicara menyikapi gejolak massa di Bumi Cenderawasih Papua. Selain ungkapan duka cita atas jatuhnya korban jiwa dan seruan pentingnya kembali pada semangat persatuan nasional, pesan solidaritas mengedepankan pendekatan kemanusiaan, turut mereka kumandangkan.

Ketua Komite Pimpinan Wilayah (KPW) Partai Rakyat Demokratik (PRD) Lampung Ahmad Muslimin, dalam pesan tertulisnya Jum’at (29/8/2019) turut menyampaikan duka cita belasungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa baik dari unsur TNI-Polri maupun warga sipil.

“Dengan tulus, Komite Pimpinan Pusat PRD telah menyerahkan Resolusi Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya PRD bertema Menangkan Pancasila di Bumi Papua hasil Mubes Mahasiswa-Pemuda Papua se-Indonesia di Yogyakarta 5-7 Agustus 2019 berisi prinsip-prinsip penyelesaian mendasar menjawab persoalan sekaligus jalan keluar krisis Papua kepada Presiden Joko Widodo melalui Deputi V KSP dan Kepala Staf Kepresidenan beberapa waktu lalu,” kata dia.

Ketua Perhimpunan Bravo-5 Lampung Andi Desfiandi senada. Keterangan tertulisnya, Jum’at, menyoal pula kebutuhan reposisi imparsial terhadap perubahan radikal cara pandang Indonesia dan proporsionalitas kehadiran negara di Papua Barat dan Papua.

“Jakarta harus makin bijak dan maju terus dekap hangat Papua dalam pelukan cinta. Ingat tujuan negara kita, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke,” ujar inisiator DKI Lampung ini.

Andi mengimbukan, ancaman separatisme, hantu rasisme, perang asimetris dan proxy, disparitas sosioekonomi, alienasi budaya, serta tuntutan kerja pembangunan nasional berbasis kearifan lokal Tanah Papua, disertai penegakan hukum yang berkeadilan dalam bingkai kedaulatan NKRI seyogianya terus dikelola secara tepat, terukur dan partisipatif.

“Teman-teman saya, relawan kemanusiaan sampai ini hari masih setia blusukan penuh cinta di Papua. Anak-anak Papua mereka perlakukan bak keluarga sendiri. Papua dan Papua Barat, di timur matahari, mari kita tulus cintai, kekerasan demi kekerasan, stop. Jangan ada lagi,” ucap Relly Reagen, dokter relawan medis spesialis tanggap darurat bencana, terpisah.

“Kami di Lampung juga bangga Presiden Jokowi ada di garda terdepan pimpin rakyat Indonesia rebut kembali Freeport. Saya hafal kisah perjuangan Frans Kaisiepo dengarkan lagu Indonesia Raya di Jayapura 14 Agustus 1945,” kata Sekretaris Barisan Relawan Jalan Perubahan (BaraJP) Lampung ini.

Mantan aktivis 1998, Muzzamil mengutip akar masalah Papua dari buku Papua Road Map yang dirilis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2009. Meliputi peminggiran, diskriminasi termasuk minimnya pengakuan kontribusi-jasa Papua bagi Indonesia, tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial Papua (pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua), proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas, siklus kekerasan politik belum tertangani dan pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan.

“Itu riset 10 tahun lalu. Kini tentu jauh beda. Papua hari ini saya kira miniatur Indonesia. Lagu daerah pertama yang saya hafal kecil dulu itu Apuse. Meski kisah lagunya tentang cucu yang pamit ke negeri seberang, kini batang tubuh Papua batang tubuh Indonesia. Pace Mace, kita satu, Indonesia,” pesannya. [red]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here